6 Pernyataan Rektor Undip soal Isu Bullying Mahasiswi PPDS

Round-Up

6 Pernyataan Rektor Undip soal Isu Bullying Mahasiswi PPDS

Tim detikJateng - detikJateng
Selasa, 20 Agu 2024 06:59 WIB
kampus undip semarang
Kampus Undip Semarang. Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom
Solo -

Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Suharnomo buka suara soal isu perundungan atau bullying mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) di kampusnya. Berikut 6 pernyataan Suharnomo saat ditemui detikJateng di kantornya, kemarin sore.

1. Tepis Bullying

Rektor Undip Suharnomo yakin dengan hasil investigasi internal yang menyatakan bukan perundungan atau bullying yang menjadi penyebab mahasiswi dokter spesialisnya diduga melakukan bunuh diri. Meski begitu dia menyerahkan segala keputusan kepada pihak berwenang.

"Dari internal kita memang tidak ada (bullying), tapi kita menyerahkan dong sama kepolisian untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Suharnomo saat ditemui di kantornya, Tembalang, Semarang, Senin (19/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Lakukan Investigasi

Dia menyebut investigasi internal itu dilakukan dengan cara memeriksa sejumlah pihak, berbagai catatan akademik, dan CCTV. Hal itu juga disebut sudah disampaikan ke Irjen Kemenkes, Irjen Kemendikbudristek, dan pihak kepolisian.

"Ya kita tanya kan Kaprodinya kemudian KSM-nya kemudian dengan Dekan dengan KPS yang ada di sana, dia sampaikan tidak ada yang seperti itu. Jadi kita sudah sampaikan ke Irjen juga, Kemenkes dan Dikti riwayat beliau yang memang dari semester awal sudah banyak sakit yah dan banyak absensi, kemudian dari KPS juga sudah sangat bagus menggantikan yang bersangkutan kalau lagi sakit dan lain sebagainya," jelasnya.

ADVERTISEMENT

3. Koordinasi dengan Kepolisian-Kemenkes

Suharnomo juga mengaku terbuka dalam investigasi yang sedang dilakukan baik oleh kepolisian atau Kemenkes. Dia berharap hasil informasi yang disampaikan bisa membuat semuanya jelas.

"Kita sudah dari hari pertama beliau-beliau datang silakan ke manapun dan nggak kita dampingi juga daripada orang takut nanti ada kita terus orang nggak mau speak up kan, silakan. Jadi kita juga sangat silakan, ketemu residensi kita fasilitasi bahkan beliau mau ketemu kapan, di mana kita persilakan kita juga sangat terbuka dengan informasi-informasi, mudah-mudahan juga informasinya klir," ungkapnya.

4. Siapkan Sanksi Jika Terbukti

Dia meyakinkan bahwa pihaknya tak menutup-nutupi sesuatu dalam kasus ini. Undip juga disebut telah berkomitmen untuk anti perundungan dan bila perundungan itu bisa dibuktikan, pelakunya akan di-drop out.

"Kita sudah sangat jelas ini sudah zero bullying kalau terbukti ada pasti kita DO, kita tak mentolerir lah, kalau Bu Risma sudah pasti nggak lah, kalau ada ya monggo dicari aja di pihak kepolisian atau yang berwenang lainnya, kan Irjen juga sudah terbuka kita tidak menutup apapun silakan teman-teman residen dipanggil sendiri tanpa kita," pungkasnya.

5. Tanggapi soal Viral Pasal Anestesi

Rektor Undip Suharnomo juga buka suara soal narasi aturan mahasiswi baru Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip Prodi Anestesi yang disebut sebagai 'Pasal Anestesi' viral di media sosial.

Panduan bullying tersebut viral beberapa hari belakang usai seorang mahasiswi PPDS Prodi Anestesi Undip ditemukan meninggal dunia di kamar kos pada Senin (12/8). Dalam unggahan yang viral di medsos, aturan berjudul 'Pasal Anestesi' itu berisi sejumlah poin di antaranya menyebutkan senior selalu benar dan hanya ada kata ya dan siap bagi junior ketika mendapat perintah.

"Rule of the game di anestesi itu dilihat dulu tahun berapa kemudian seolah-olah itu terjadi di Bu Dokter Risma, jadi kalau kita serahkan lah ke netizen monggo aja lah, orang kita ngomong Bu Risma kaya gitu (bukan korban bullying) ya tetap aja dibilang Undip bayar berapa nih mau nutup-nutupin, lah kita bayar apa orang nggak ada apa-apa, udah dibilang Bu Risma sakit dari awal semuanya datanya ke Irjen tapi masih digoreng terus," kata Suharnomo saat ditemui di kantornya, Tembalang, Semarang, Senin (19/8).

Dia mengatakan saat ini Undip telah menerapkan aturan zero bullying. Dia menyebut Undip tak mentoleransi perilaku perundungan di kampusnya.

"Kita kan sudah menerapkan zero bullying ya kami sampaikan, kita nggak ngerti pasti lah ya tapi dari kita sudah berkomitmen anti lah kan sudah ada peraturan akademisnya, kalau ketahuan ya pasti kena DO tapi kalau nggak ada mudah-mudahan nggak diada-adain karena tekanan, jadi kalau nggak ada ya nggak ada, kalau ada ya nanti diproses," ungkapnya.

Suharnomo menegaskan bahwa pihaknya tak menutup-nutupi kasus bullying tersebut. Dia juga menyatakan mendukung investigasi yang sedang dilakukan pihak berwenang.

"Ini era keterbukaan informasi kita nggak mungkin lah menutup-nutupi, menyuruh orang diam, dan sebagainya, sudah nggak mungkin lah, nggak ada yang mungkin bisa diam kalau dia jadi korban, jadi mohon ini bisa dipahami lah bahwa keterbukaan yang seperti apa lagi yang diinginkan, Irjen sudah datang sudah ketemu dengan semua pihak kepolisian, Kapolrestabes juga sudah," jelasnya.

6. Sebut Program Spesialis Dokter Anestesi Sangat Berat

Rektor Undip Suharnomo menyebut kuliah di program spesialis dokter anestesi memang sangat berat.

Kondisi itu membuat kebanyakan peserta PPDS anestesi merupakan dokter pria. Pihak kampus bahkan sempat heran saat mahasiswinya itu memilih program spesialis anestesi.

"Di situ juga jarang sekali ada wanita sebenarnya kalau di anestesi, karena biasanya berdiri 4 jam, 6 jam kalau orang biasa aja pasti capek, capek banget apalagi kalau perempuan," kata Suharnomo saat ditemui, Senin (19/8).

Bahkan, pihak Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP2MP) Undip menurutnya sempat mempertanyakan keseriusan dokter asal Tegal itu mengambil prodi tersebut.

"Dulu dari LP2MP sudah tanya ke beliau ini 'benar milih anestesi?' ya beliau tetap benar anestesi itu. Wallahualam ya kita nggak ngerti tapi dari LP2MP sudah 'ini bener nih' karena jarang-jarang," jelasnya.

Dia meyakini bahwa tewasnya mahasiswi dokter spesialis berusia 30 tahun itu bukan dilatarbelakangi masalah bullying. Meski begitu, dia menyerahkan kepada yang berwenang untuk memutuskan.

"Kita tentu menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang ya kepada bapak-bapak di kepolisian untuk memutuskan," kata dia.

Adapun berdasar hasil investigasi internal, dokter wanita yang bunuh diri itu memang menderita penyakit yang mengganggu kegiatan kuliahnya. Pihak kampus memiliki data dan catatan presensi dokter tersebut.

"Dari Kaprodinya sudah bilang secara rinci tanggal-tanggal dia nggak masuk, berapa bulan dan sebagainya sudah ada semuanya, kapan beliau digantikan dan sebagainya, record-nya sangat jelas kan ada CCTV-nya dari semester satu. Kenapa kok dari semester satu kok dia sakit nah itu tanya aja sama kepolisian," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, seorang dokter yang merupakan mahasiswi PPDS Prodi Anestesi Undip ditemukan meninggal di kamar kos. Dia diduga bunuh diri dengan menyuntikkan obat penenang.

Dalam penanganan kasus tersebut, polisi menemukan buku harian yang menceritakan beratnya kuliah di tempat tersebut. Polisi mendalami kemungkinan adanya bullying dari para seniornya.




(rih/rih)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjateng


Hide Ads