Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Suharnomo membantah bahwa mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis yang bunuh diri mendapat bullying dari senior. Dia menyebut kuliah di program spesialis dokter anestesi memang sangat berat.
Kondisi itu membuat kebanyakan peserta PPDS anestesi merupakan dokter pria. Pihak kampus bahkan sempat heran saat mahasiswinya itu memilih program spesialis anestesi.
"Di situ juga jarang sekali ada wanita sebenarnya kalau di anestesi, karena biasanya berdiri 4 jam, 6 jam kalau orang biasa aja pasti capek, capek banget apalagi kalau perempuan," kata Suharnomo saat ditemui, Senin (19/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, pihak Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP2MP) Undip menurutnya sempat mempertanyakan keseriusan dokter asal Tegal itu mengambil prodi tersebut.
"Dulu dari LP2MP sudah tanya ke beliau ini 'benar milih anestesi?' ya beliau tetap benar anestesi itu. Wallahualam ya kita nggak ngerti tapi dari LP2MP sudah 'ini bener nih' karena jarang-jarang," jelasnya.
Dia meyakini bahwa tewasnya mahasiswi dokter spesialis berusia 30 tahun itu bukan dilatarbelakangi masalah bullying. Meski begitu, dia menyerahkan kepada yang berwenang untuk memutuskan.
"Kita tentu menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang ya kepada Bapak-bapak di kepolisian untuk memutuskan,"kata dia.
Adapun berdasar hasil investigasi internal, dokter wanita yang bunuh diri itu memang menderita penyakit yang mengganggu kegiatan kuliahnya. Pihak kampus memiliki data dan catatan presensi dokter tersebut.
"Dari Kaprodinya sudah bilang secara rinci tanggal-tanggal dia nggak masuk, berapa bulan dan sebagainya sudah ada semuanya, kapan beliau digantikan dan sebagainya, recordnya sangat jelas kan ada CCTV-nya dari semester satu. Kenapa kok dari semester satu kok dia sakit nah itu tanya aja sama kepolisian," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang dokter yang merupakan mahasiswi PPDS Prodi Anestesi Undip ditemukan meninggal di kamar kos. Dia diduga bunuh diri dengan menyuntikkan obat penenang.
Dalam penanganan kasus tersebut, polisi menemukan buku harian yang menceritakan beratnya kuliah di tempat tersebut. Polisi mendalami kemungkinan adanya bullying dari para seniornya.
(ahr/apl)