Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapapun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Pihak keluarga membantah mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang tewas bunuh diri. Melalui kuasa hukumnya, pihak keluarga mengatakan korban memiliki riwayat penyakit saraf kejepit dan jika kelelahan akan terasa sakit.
Riwayat Sakit
Kuasa hukum keluarga, Susyanto, mengatakan dimungkinkan saat merasa sakit dan lelah atau dalam keadaan darurat, korban menyuntikkan sendiri obat anestesi dan kelebihan dosis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Korban meninggal karena sakit, mungkin pas lagi kelelahan keadaan darurat, dia mungkin menyuntikkan anestesinya kelebihan dosis atau apa," kata Susyanto kepada wartawan di Tegal, Jumat (16/8/2024).
Tegaskan Bukan Bunuh Diri
Lebih lanjut, Susyanto menegaskan bahwa pihak keluarga membantah bahwa korban bunuh diri.
"Intinya pihak keluarga menampik terkait bahwa korban almarhumah itu meninggal dunia karena bunuh diri. Kami sebagai kuasa hukum dari keluarga itu menolak berita tersebut," lanjutnya.
![]() |
Namun, pihak keluarga enggan menanggapi secara vulgar terkait berita yang kini viral. Ia khawatir jika disampaikan kepada media justru akan menjadi bola liar.
"Terkait yang viral katanya, nuwun sewu (mohon maaf) korban meninggal karena bunuh diri itu kami sangkal. Itu tidak benar. Bahwa almarhumah meninggal dunia karena sakit," imbuhnya.
Hanya Berikan Keterangan ke Polisi
Disinggung soal curhatan korban kepada sang ibu terkait Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), menurut Susyanto hal itu akan dibuka apabila penegak hukum meminta keterangan resmi keluarga.
"Soal ada perundungan atau tidak kami tidak bisa memberikan secara vulgar ke media, karena bisa menjadi blunder. Kami akan berikan keterangan secara terang-benderang ke penegak hukum," terus dia.
Meski begitu, jika di kemudian hari hasil investigasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ditemukan bukti ada perundungan, pihak keluarga menyerahkan kepada Kemenkes.
"Itu kewenangan dari pihak Kementerian Kesehatan untuk menata dapur rumah tangganya. Kami hanya sebatas memberikan semua keterangan yang dibutuhkan oleh Kemenkes RI," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang mahasiswi dokter spesialis di Undip Semarang ditemukan tewas di kosannya dengan dugaan korban bunuh diri. Korban ditemukan dalam kamar kos di Kelurahan Lempongsari, Semarang, Senin (12/8) pukul 23.00 WIB.
Polisi juga sempat memanggil dokter dan diketahui korban meninggal karena obat penenang. Obat penenang itu disebut disuntikkan sendiri oleh korban ke tubuhnya.
Dugaan perundungan (bullying) merebak setelah polisi menemukan buku harian berisi keluhan korban mengenai perkuliahan dan senior yang dihadapi. Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, mengatakan korban sempat menulis pesan keluhan dalam buku harian.
Curahan hati itu dituangkan dalam sembilan halaman yang ditulis tangan. Dalam catatan yang ditulis korban, isinya terkait keluhan yang ditujukan ke Tuhan dan orang tersayang. Dari keterangan juga diketahui korban sedang dalam kondisi sakit.
(cln/dil)