Mengenal Stoikisme, Aliran Filsafat untuk Mengatasi Stres dan Kecemasan

Mengenal Stoikisme, Aliran Filsafat untuk Mengatasi Stres dan Kecemasan

Syifa`ul Husna - detikJateng
Rabu, 14 Agu 2024 14:49 WIB
Ilustrasi tenang
Ilustrasi stoikisme Foto: Getty Images/LumiNola
Solo -

Pernahkan kamu merasa, cemas, stress, dan gelisah dalam menghadapi tekanan hidup? Mungkin ini saat yang tepat untuk mengenal filosofi stoikisme. Stoikisme adalah filsafat yang mengajarkan manusia untuk mengendalikan apa yang bisa dikendalikan.

Filsafat ini dapat menjadi panduan hidup yang konkret untuk menghadapi ketidakpastian dengan sikap yang teguh dan bijaksana. Perubahan zaman yang begitu dinamis menuntut manusia untuk tidak hanya cepat beradaptasi, tetapi juga tetap stabil di tengah ketidakpastian yang terus berkembang.

Dalam konteks ini, stoikisme memberikan pondasi yang kuat bagi kestabilan mental dan emosional. Filsafat ini mengajarkan untuk fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, seperti bersikap dan merespons situasi. Filsafat ini mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak terletak pada situasi eksternal, melainkan pada cara kita meresponsnya, sehingga kita dapat menjaga ketenangan dalam menghadapi tantangan yang tak terduga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip dari laman Binus University dan Universitas Airlangga, berikut ini kenali apa itu stoikisme, bagaimana sejarahnya, dan serta bagaimana cara menerapkannya.

Apa itu Stoikisme?

Stoikisme adalah aliran filsafat yang membantu mengendalikan emosi negatif dan mensyukuri segala sesuatu yang dimiliki saat ini. Ruang lingkup stoikisme mencakup penerimaan terhadap keadaan yang tidak bisa diubah, mengubah apa yang bisa diubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan keduanya. Inti dari aliran filsafat ini adalah mengajak manusia agar mampu menyikapi segala sesuatu secara rasional.

ADVERTISEMENT

Filsafat ini membagi kehidupan menjadi dua dimensi, yakni internal dan eksternal. Dimensi internal adalah bagian yang dapat dikendalikan penuh oleh diri sendiri, seperti sikap dan respon kita terhadap kondisi eksternal. Sedangkan dimensi eksternal adalah bagian yang berada di luar kendali diri kita, seperti persepsi, tanggapan, dan pikiran dari orang lain.

Melalui filsafat ini, kita diajarkan untuk fokus pada dimensi internal sebagai bentuk penguasaan dan pengendalian diri. Seseorang yang menganut filsafat stoikisme disebut sebagai stoik.

Sejarah Stoikisme

Stoikisme adalah aliran filsafat yang berasal dari Yunani kuno sekitar tahun 301 SM. Aliran ini pertama kali digagas oleh seorang filsuf dari Citium bernama Zeno yang kemudian dikembangkan oleh filsuf Stoa, yakni Chrisippus, Cicero, Epictetus yang berjuluk Sang Budak Pengajar Stoik, Marcus Aurelius atau Sang Kaisar, dan Seneca dengan julukannya sebagai Sang Negarawan dan Filsuf Stoik.

Hingga abad ini gagasan stoikisme masih berkembang dan tetap relevan bagi manusia. Bahkan, saat ini stoikisme banyak digunakan sebagai psikoterapi maupun terapi perilaku kognitif (CBT) untuk seseorang yang mengalami depresi.

Poin Penting Ajaran Stoikisme

Ajaran stoikisme mengajarkan manusia untuk memisahkan dimensi internal dan eksternal, serta hanya memfokuskan diri pada dimensi internal atau dimensi yang dapat dikendalikan. Lebih lanjut lagi berikut ini poin-pon penting jaran stoikisme.

1. Fokus pada hal yang bisa dikendalikan

Dengan memahami perbedaan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak, kita menjadi lebih fokus pada hal-hal yang dapat diatur. Mengarahkan perhatian pada hal-hal yang dapat kita kendalikan adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental agar tetap stabil. Tekanan emosi negatif dapat berkurang ketika kita tidak terperangkap dalam kecemasan yang disebabkan hal-hal di luar kendali.

2. Selalu berharap yang terbaik, tapi tetap mengantisipasi hal terburuk

Prinsip stoikisme mendorong seseorang untuk menerima semua peristiwa dalam hidup dengan lapang dada. Seorang Stoic umumnya mengharapkan hasil optimal sambil tetap siap menghadapi kemungkinan terburuk. Dengan demikian, kita dapat mengatur harapan kita sedemikian rupa sehingga tetap seimbang, tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.

3. Mengingat kematian

Mengingat kematian atau sering disebut dengan istilah memento mori adalah ajaran penting dalam stoikisme. Dengan mengingat kematian, seseorang akan didorong untuk refleksi, bertindak, dan berbicara dengan baik. Kesadaran yang tepat akan kematian, mengarahkan seseorang untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri serta memberikan yang terbaik bagi orang lain.

4. Menghargai semua hal di sekitar

Menghargai segala hal di sekitar kita akan membawa kesadaran yang berharga dan menumbuhkan rasa cinta terhadap takdir diri kita. Dengan mencintai lingkungan sekitar, kita akan merasakan emosi positif dalam hidup. Pada akhirnya, kita akan memiliki pemahaman yang lebih luas atas segala hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

Cara Menerapkan Filsafat Stoikisme

Tertarik untuk menerapkan filsafat stoikisme dalam hidup? Menerapkan filsafat stoikisme dapat dimulai dari langkah-langkah kecil dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini langkah-langkah awal yang dapat diterapkan.

1. Menerima takdir yang tidak bisa diubah

Stoikisme mengajarkan konsep amor fati (cinta pada takdir), seperti yang dilakukan oleh Epictetus dalam menghadapi berbagai kemalangan. Oleh karena itu, kamu bisa mengikuti jejaknya dan mulailah untuk tidak mengharapkan segalanya berjalan sesuai keinginan, tetapi menerima setiap kejadian sebagaimana adanya.

2. Persiapkan diri dengan matang

Selalu siap dalam menghadapi kemungkinan buruk adalah kunci stoikisme. Sebagaimana disampaikan dalam prinsip premeditatio molarum, yakni latihan mental untuk mengantisipasi kemalangan. Dengan mempersiapkan diri secara menyeluruh, mental kita akan lebih kuat ketika ujian sesungguhnya datang.

3. Rutinitas menulis jurnal

Menulis jurnal merupakan latihan khusus bagi seorang stoik pemula. Selain sebagai sarana untuk mengekspresikan emosi, jurnal juga menjadi catatan atas segala kemalangan yang pernah dialami dan menunjukkan ketahanan kita hingga saat ini.

4. Kendalikan reaksi emosional

Mengendalikan perilaku dan respons emosional adalah kunci dalam memisahkan dimensi internal dan eksternal. Latihlah diri untuk mengontrol emosi dalam menghadapi masalah karena dalam hidup, baik kegembiraan maupun kesedihan tidak akan selalu abadi.

Demikian penjelasan mengenai stoikisme, suatu aliran filsafat tentang mengendalikan apa yang dapat dikendalikan dalam kehidupan. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis oleh Syifa`ul Husna peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(sto/cln)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads