Seorang wanita yang sudah bercerai dari suaminya berhak mendapatkan nafkah iddah dan mut'ah. Perkara yang ditetapkan berdasarkan hukum Islam ini menegaskan bahwa meski sudah berpisah, seorang mantan suami tetap memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada mantan istrinya.
Menurut pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu berdasarkan alasan yang tersebut dalam undang-undang. Setelah perceraian, hubungan suami istri berakhir.
Lantas, tahukah kamu apa itu nafkah iddah dan mut'ah, detikers? Mari kita simak penjelasan yang dirangkum dari laman resmi Pengadilan Agama Brebes dan publikasi berjudul Tuntutan Nafkah dalam Perkara Cerai Gugat oleh Rendra Widyakso.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Itu Nafkah Iddah dan Mut'ah?
1. Nafkah Iddah
Nafkah iddah adalah nafkah yang wajib diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri selama masa iddah, yaitu masa tunggu setelah perceraian. Masa iddah ini berlangsung selama beberapa waktu setelah talak dijatuhkan, kecuali jika mantan istri terbukti melakukan nusyuz, yaitu pembangkangan atau ketidaktaatan terhadap kewajibannya sebagai istri.
Selama masa iddah, mantan suami juga harus menyediakan tempat tinggal (maskan) dan pakaian (kiswah) untuk mantan istri, kecuali jika mantan istri telah dijatuhi talak ba'in (talak yang tidak bisa dirujuk kembali) atau terbukti nusyuz dan tidak dalam keadaan hamil. Namun, terlepas dari apakah mantan istri melakukan nusyuz atau tidak, mantan suami tetap wajib menyediakan tempat tinggal bagi mantan istri selama masa iddah.
Dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, masa iddah berlangsung selama 90 hari sejak ikrar talak diucapkan. Setelah batas waktu tersebut, seorang istri tidak berhak lagi mendapatkan nafkah iddah dari mantan suaminya.
2. Nafkah Mut'ah
Nafkah mut'ah adalah pemberian dari mantan suami kepada mantan istri yang perkawinannya berakhir karena talak. Menurut Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI), mantan suami wajib memberikan mut'ah yang layak, baik berupa uang atau benda, kecuali jika istri belum pernah digauli (qabla al-dukhul).
Pasal 1 huruf (j) KHI menyebutkan bahwa mut'ah adalah pemberian dari mantan suami kepada istri yang dijatuhi talak, berupa benda, uang, atau lainnya. Berdasarkan Pasal 158 KHI, mut'ah diberikan dengan syarat mahar belum ditetapkan bagi istri setelah pernikahan (ba'da al-dukhul) dan perceraian terjadi atas kehendak suami.
Dengan kata lain, mantan suami wajib memberikan mut'ah yang layak kepada mantan istri sebagai kompensasi, kecuali jika istri belum pernah digauli selama pernikahan. Pemberian ini bisa berupa uang atau barang sesuai ketentuan yang berlaku.
Hak-Hak Lain Istri Setelah Bercerai
Selain nafkah iddah dan mut'ah, seorang wanita yang bercerai juga berhak atas beberapa nafkah lainnya. Apa sajakah itu? Mari kita simak uraiannya di bawah ini untuk memahaminya!
1. Mahar yang Terutang
Mengacu pada Pasal 149 KHI, seorang istri berhak atas mahar utang sepenuhnya (ba'da dukhul). Artinya, mantan suami tetap memiliki kewajiban untuk memberikan mahar yang belum lunas kepada istrinya meski sudah menjatuhkan talak.
Khusus bagi pasangan suami istri yang belum pernah berhubungan badan atau qabla al-dukhul, mahar terutang wajib dibayarkan setengahnya saja.
2. Nafkah Madhiyah
Berikutnya, istri juga berhak atas nafkah madhiyah setelah bercerai. Nafkah madhiyah sendiri adalah nafkah yang seharusnya diberikan oleh suami kepada istri selama masa perkawinan, tetapi tidak dilakukan atau diabaikan.
Istri dapat menuntut nafkah madhiyah ini saat suaminya mengajukan cerai talak dengan mengajukan gugatan balik. Jadi, nafkah madhiyah adalah hak istri untuk menerima nafkah yang belum terpenuhi selama mereka masih menikah.
3. Biaya Pemeliharaan Anak (Hadhanah)
Pasal 149 KHI menyebutkan, mantan suami wajib memberikan biaya hadhanah atau biaya pemeliharaan anak. Aturan ini berlaku bagi anak-anak yang belum mencapai usia 21 tahun.
Nafkah hadhanah adalah nafkah yang diberikan oleh ayah kepada anak-anaknya hingga mereka dewasa dan mampu mengurus diri sendiri. Pasal 80 Ayat 4 Huruf (c) KHI menyatakan bahwa nafkah keluarga, termasuk biaya hidup dan pendidikan anak, adalah tanggung jawab ayah.
Setelah perceraian, Pasal 105 KHI menegaskan bahwa biaya pemeliharaan anak tetap menjadi tanggung jawab ayah. Ini berarti, seorang ayah harus terus memberikan nafkah untuk anak-anaknya meskipun sudah bercerai.
Demikian penjelasan mengenai nafkah iddah dan mut'ah yang menjadi hak mantan istri setelah bercerai. Semoga bermanfaat, detikers!
(sto/cln)