Ramai Wajibkan 1 Wanita Punya 1 Anak Perempuan, Kepala BKKBN: Nggak Begitu!

Ramai Wajibkan 1 Wanita Punya 1 Anak Perempuan, Kepala BKKBN: Nggak Begitu!

Khadijah Nur Azizah - detikJateng
Senin, 08 Jul 2024 11:50 WIB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo. Foto: detikhealth/Averus.
Solo -

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, angkat bicara soal isu satu wanita wajib punya satu anak perempuan. Ia pun menampik pernah mengeluarkan pernyataan seperti itu.

"Aku tidak ngomong kalau satu perempuan wajib punya satu anak perempuan, aku ngomong nggak begitu. Aku ngomongnya gini, rata-rata diharapkan satu perempuan punya anak satu perempuan," kata dr Hasto kepada ANTARA dikutip Senin (8/7/2024), dilansir detikHealth.

Hasto menegaskan kata 'rata-rata' satu anak perempuan, bukan berarti mewajibkan. Hal itu juga dia tujukan terkait keberlangsungan populasi di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, rata-rata wanita melahirkan di Indonesia sudah mulai menurun, terutama di beberapa kota besar seperti Bali, Jakarta, dan Jogja.

Ia juga menjelaskan tugas BKKBN adalah menjaga penduduk tumbuh seimbang di satu wilayah. Dia mencontohkan, jika dalam satu daerah ada 5.000 perempuan, agar seimbang diharapkan ada 5.000 kelahiran anak perempuan untuk menggantikan generasi sebelumnya.

ADVERTISEMENT

"Itulah makna bahwa rata-rata, jangan diterjemahkan satu perempuan wajib punya anak perempuan satu," terang dia.

Seperti diketahui, sebelumnya BKKBN mendapat banyak kritik usai menyebut setiap perempuan diharapkan melahirkan satu anak perempuan untuk mengantisipasi penurunan angka kelahiran. Dia mengaku khawatir angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) di Indonesia menurun dalam beberapa tahun mendatang.

"Secara nasional saya mempunyai tanggung jawab agar [jumlah] penduduk tumbuh seimbang. Saya berharap adik-adik perempuan nanti punya anak rata-rata satu perempuan. Kalau di desa ada 1.000 perempuan maka harus ada 1.000 bayi perempuan lahir," beber Hasto kala itu.

TFR disebutnya terpantau menurun di Pulau Jawa, hingga kini berada di 2,0. Berbeda dengan provinsi lain yang masih mencatat TFR sangat tinggi yakni Papua Barat, Maluku, sampai Nusa Tenggara Timur (NTT).




(apl/cln)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads