BKKBN Sebut Hubungan Toxic Jadi Biang Keladi Melejitnya Angka Perceraian

BKKBN Sebut Hubungan Toxic Jadi Biang Keladi Melejitnya Angka Perceraian

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Sabtu, 29 Jun 2024 14:37 WIB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI Hasto Wardoyo saat berikan sambutan di Hari Keluarga Nasional di Semarang, Sabtu (29/6/2024).
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo saat berikan sambutan di Hari Keluarga Nasional di Semarang, Sabtu (29/6/2024). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Angka perceraian di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkap penyebabnya.

Hal tersebut disampaikan Hasto Wardoyo dalam puncak acara Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 di Simpang Lima Kota Semarang.

"Perlu prihatin perceraian yang meningkat. Masih meningkat dari tahun ke tahun, terakhir 516.344 (perceraian)," kata Hasto dalam sambutannya, Sabtu (29/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari data yang dipaparkan, terjadi 394.246 perceraian selama 2015. Selanjutnya, pada tahun 2016 ada 401.717 perceraian.

Jumlah tersebut terus meningkat di 2017 di mana pada saat itu ada 415.510 perceraian. Kemudian pada tahun-tahun selanjutnya grafiknya juga terus meningkat hingga pada data terakhir di tahun 2022 terjadi 516.344 perceraian.

ADVERTISEMENT

"Melihat latar belakang perceraian karena toxic people, toxic relationship, toxic friendship yang akhirnya di keluarga jadi uring-uringan. Orang toxic ketemu orang waras jadi toxic. Orang toxic ketemu orang toxic jadi super toxic. Sehingga mayoritas perceraian karena perbedaan kecil-kecil berkepanjangan," jelasnya.

Faktor-faktor lain yaitu salah satu pihak meninggalkan pasangan, faktor ekonomi, atau faktor lainnya seperti KDRT dan mabuk.

Dalam sambutannya, Hasto membeberkan soal Indeks Pembangunan Keluarga atau Ibangga. Ia menjelaskan indeks ketentraman dan indeks kemandirian masih masuk kategori berkembang dan belum tinggi. Namun untuk indeks kebahagiaan ternyata sudah kategori tangguh.

"Keluarga berkualitas ditentukan tiga hal yaitu ketentraman, kemandirian dan kebahagiaan. Yang paling tercapai adalah kebahagiaan, angkanya 71,86. Menunjukkan keluarga di Indonesia meski belum punya kemandirian, masih agak miskin sedikit, tapi bahagia," jelasnya.

Hasto bercerita sempat ditanya apakah judi online mempengaruhi indeks pembangunan keluarga di Indonesia. Ia menjawab meski belum ada penelitian, tapi judi berpotensi mempengaruhi ketenteraman dalam sebuah keluarga.

"Kemarin ditanya, judi online pengaruhi indeks pembangunan keluarga tidak. Saya belum meneliti tapi saya yakin ketentraman dan kebahagiaan terganggu ketika kepala rumah tangganya spekulasi ikut judi online," katanya.




(ahr/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads