Kisah Pasutri Buruh Jahit di Pemalang, Tak Bisa Bayar Utang-HP Disita

Kisah Pasutri Buruh Jahit di Pemalang, Tak Bisa Bayar Utang-HP Disita

Robby Bernadi - detikJateng
Minggu, 07 Jul 2024 16:23 WIB
Aliyah, Ibu 3 anak di Pemalang yang menjadi buruh jahit setelah suami tertabrak truk tronton.
Aliyah, Ibu 3 anak di Pemalang yang menjadi buruh jahit setelah suami tertabrak truk tronton. Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Pemalang -

Sebelas tahun yang lalu, Aliyah (40), warga Desa Wiyoro Wetan, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, merupakan seorang ibu rumah tangga yang membantu perekonomian keluarga dengan keterampilan menjahitnya. Namun, hidupnya berubah setelah suaminya, Sri Widodo (47), tertabrak truk tronton hingga kehilangan kaki kanannya.

Sejak itu, Aliyah menjadi tulang punggung keluarga sambil merawat sang suami, tiga anaknya, serta ibunya yang berusia 70 tahun.

"Suami saya dulu bekerja di sebuah toko penjualan motor. Tapi tahun 2013 kecelakaan, kaki kanan diamputasi," kata Aliyah saat ditemui detikJateng di rumahnya, Minggu (7/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini, Aliyah full menjadi buruh jahit dan menerima orderan jahit setiap harinya. Mesin jahit yang ada di rumahnya pun juga hasil utang dari sebuah bank milik pemerintah.

Ada dua mesin jahit yang dimilikinya. Satu mesin jahit yang sedianya untuk suaminya dan satunya untuk dirinya.

ADVERTISEMENT

Setelah kecelakaan tersebut, selama berbulan-bulan Aliyah merawat Widodo hingga sembuh. Setelah sembuh, Widodo beralih menjadi perantara jual beli motor bekas secara online dengan mengandalkan ponsel.

Widodo juga mengikuti jejak Aliyah sebagai buruh jahit. Mereka berdua mendapatkan orderan jahit maupun jual beli motor berbekal dari ponsel tersebut.

Setelah usahanya semakin lancar, akhirnya Widodo mengambil utang di salah satu bank dengan jaminan sertifikat kebunnya. Uang tersebut digunakan untuk membeli mesin jahit serta melunasi utang-utangnya.

"Usaha lancar, orderan jahitan juga banyak. Akhirnya nekat berutang bank, uangnya sebagian besar untuk beli mesin jahit dan membayar utang selama kita enggak bisa bekerja maksimal," ungkap Aliyah.

Suami Tertimpa Mesin Jahit

Namun, di bulan ketiga menjadi buruh jahit, Widodo kembali mendapatkan kecelakaan. Tubuh Widodo tertimpa meja dan mesin jahit saat akan memindahkannya.

Akibatnya, tangan kanan Widodo tidak bisa digerakkan dan matanya tidak bisa melihat dengan jelas lagi.

"Suami saya tertimpa mesin jahit yang berat ini, mengenai badannya. Tangan kanan sudah tidak bisa digerakkan berbulan-bulan. Matanya tidak bisa melihat jelas lagi," tutur Aliyah.

"Berbulan-bulan, tidak bisa apa-apa, seperti lumpuh separuh badan. (Sekarang) Tangan kanannya tidak bisa berfungsi normal, penglihatannya juga tidak jelas lagi," lanjutnya.

Aliyah, Ibu 3 anak di Pemalang yang menjadi buruh jahit setelah suami tertabrak truk tronton.Aliyah, Ibu 3 anak di Pemalang yang menjadi buruh jahit setelah suami tertabrak truk tronton. Foto: Robby Bernardi/detikJateng

Lantaran tak memiliki biaya, Aliyah tidak bisa berbuat banyak untuk penyembuhan Widodo. BPJS juga sudah tidak bisa digunakan untuk membiayai karena lama tidak dibayar iurannya. Akhirnya, penyembuhan Widodo hanya mengandalkan terapi pijat.

Usai membaik setelah berbulan-bulan tergeletak di tempat tidur, Widodo kembali meneruskan usahanya sebagai perantara jual beli motor secara online. Namun, tangan kanannya yang belum berfungsi normal membuatnya tidak bisa kembali menjahit.

Jual beli motor pun menjadi satu-satunya usaha yang dilakukan Widodo. Itu pun penghasilannya tidak selancar dulu. Usaha jahit pun hanya dijalankan oleh Aliyah.

Kisah pilu Aliyah tak berhenti di situ. Ibu kandungnya yang berusia 70 tahun terjatuh di musala saat akan menjalankan salat tarawih pada tahun lalu. Aliyah pun tak bisa membawa ibunya ke rumah sakit. Kini ibunya hanya bisa terbaring di tempat tidur karena tidak bisa berjalan.

Semenjak itu, Aliyah dibantu anak perempuan pertamanya yang kini sudah berusia 17 tahun dan duduk di bangku kelas dua SMA. Anak pertamanya itu membantu mengurus ibunya.

Sementara Aliyah mengurus Widodo serta dua anak perempuannya yang lain yang saat ini masih kelas 4 SD dan baru masuk TK.

Baca kisah Aliyah dan Widodo selengkapnya di halaman berikut.

Sehari-hari Aliyah menjahit usai mengantarkan ketiga anaknya berangkat sekolah. Kegiatannya menjahit pun dilakukan sambil merawat ibu dan suaminya.

Uang hasil menjahit selain digunakan untuk kebutuhan keluarganya, juga digunakan untuk mengangsur utang di salah satu bank sebesar Rp 550 ribu per bulan. Sebagai buruh jahit, ia menerima upah seminggu sekali rata-rata Rp 200-250 ribu.

Uang itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Walhasil, Aliyah terpaksa tidak bisa membayar utangnya di bank tersebut. Bahkan, utang tersebut sudah menunggak hingga 5 bulan lamanya.

Tak hanya surat angsuran tagihan yang sering datang, petugas dari bank itu juga kerap datang ke rumahnya.

"Jumat kemarin datang menagih. Saya hanya bilang nanti kalau ada rezeki saya bayar. Tapi ya saya maklumi karena nunggak berbulan-bulan. Entah kenapa akhirnya HP saya diminta sebagai jaminan, kalau sudah bayar angsuran bisa diambil di pos satpam katanya," kata Widodo kepada detikJateng.

"Meskipun kondisi saya seperti ini, saya masih bisa jualan motor lewat online, meskipun tidak seramai dulu. Orderan jahit juga lewat HP. Dengan tidak ada HP, kami tidak bisa apa-apa sekarang," sambungnya.

Kisah Aliyah dan Widodo ini menarik perhatian Jimmy Muslimin, pemilik firma hukum Jimmy Law. Jimmy pun bersedia mendampingi pasutri tersebut. Pihaknya akan melakukan mediasi dengan pihak bank tersebut.

"Jadi tadi kami dengar kisah sedih keluarga Pak Sri Widodo bersama Bu Aliyah ini. Kami akan mendampingi terkait perampasan HP. Ya mereka memang berutang ke bank. Tapi bukan HP yang dijadikan jaminan, jadi nggak perlu juga dirampas dong," kata Jimmy.

Halaman 2 dari 2
(cln/dil)


Hide Ads