Pernyataan Sikap MUI Solo soal Festival Kuliner Nonhalal

Pernyataan Sikap MUI Solo soal Festival Kuliner Nonhalal

Tara Wahyu NV - detikJateng
Minggu, 07 Jul 2024 11:47 WIB
Event festival kuliner non halal di Solo yang dihentikan sementara, Rabu (3/7/2024).
Event festival kuliner non halal di Solo yang dihentikan sementara, Rabu (3/7/2024).Foto: Dok. Tara Wahyu/detikJateng
Solo -

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Solo merespons festival nonhalal yang menjadi polemik. MUI Kota Solo menegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak dilarang.

Ketua MUI Solo, KH Abdul Aziz Ahmad, mengatakan bahwa MUI secara konkrit memberikan ruang untuk kegiatan sejenis untuk dilakukan dan diadakan sesuai ketentuan yang semestinya.

"Terkait paradigma yang terjadi di kota Surakarta mengenai event Kuliner Pecinan yang mengusung tema Festival Makanan Non-Halal, MUI Kota Surakarta tetap menghargai kemajemukan yang berbingkai azas kebhinekaan. MUI Kota Surakarta dalam hal ini tidak akan melarang, menghentikan, bahkan membredel kegiatan tersebut dan sejenisnya. Sepanjang telah memenuhi proses-proses yang semestinya, selain memenuhi kaidah hukum dan peraturan yang berlaku," jelasnya melalui pernyataan sikap yang diterima detikJateng, Minggu (7/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, menurutnya, perlu adanya standarisasi teknis dalam pelaksanaan event yang dituangkan dalam koridor Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas. SOP tersebut yakni setiap kegiatan yang dimaksud meskipun di mall perlu dilengkapi perizinan dari pejabat yang berwenang yakni Kepolisian dan Pemerintah Kota Solo.

"Sesuai jenis atau level kegiatan, tujuannya agar event tersebut menjadi sah atau resmi yang bukan hanya merupakan event yang dimaknai melekat menjadi bagian dari domain penyelenggara atau pengelola mall," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Ia menekankan agar kegiatan sejenis dilakukan di tempat yang khusus atau tertentu yang terpisah dari akses terbuka secara umum. Misalnya di gedung khusus atau mandiri.

"Bahwa apabila event diadakan di tempat akses umum, ruang terbuka yang mana menjadi tempat interaksi masyarakat umum seperti mall, pasar modern, hotel wajib dikemas sedemikian rupa menjadi lokasi khusus, terbatas dan terlindung, tidak terekspos secara vulgar. Misalnya di lantai atas, terpisah, atau akses terbatas," bebernya.

Selain itu, lokasi dan tempat diadakannya event sejenis dikondisikan agar tidak mengganggu atau berpotensi mengganggu kenyamanan, ketertiban masyarakat secara umum.

"Event sejenis yang bertajuk makanan nonhalal, penyelenggara dan peserta wajib mempertimbangkan aspek limbah, residu, atau hal-hal lain yang berpotensi menimbulkan gangguan, ketidaknyamanan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama," ucapnya.

Selama pelaksanaan event, baik penyelenggara dan peserta berkomitmen untuk menjamin kebersihan, kehigienisan produk makanan nonhalal tersebut tidak mencemari atau berdampak pada lingkungan warga umum dan sekitar, khususnya bagi warga muslim dalam beribadah.

"Dengan mengedepankan toleransi, pasca pelaksanaan event, penyelenggara atau peserta menjamin membersihkan tempat pelaksanaan dari efek sisa menjadi bersih seperti semula dengan tidak meninggalkan hal-hal yang mengontaminasi secara medis bagi masyarakat umum, atau yang berdampak menimbulkan 'najis' bagi warga muslim khususnya," bebernya.

Menurutnya, branding yang bertujuan untuk menunjang event diperbolehkan dan berlaku di tempat atau lokasi tertentu, kalangan terbatas, sejauh diperbolehkan peraturan perundang-undangan atau berdasar pertimbangan asas kepatutan demi kepentingan umum.

"Meskipun bertajuk nonhalal, perlu adanya pembatasan dan informasi yang jelas terkait bahan makanan yang dimaksud, mengingat ada bahan makanan yang layak dikonsumsi dan ada yang tidak layak dikonsumsi, maka pembatasan yang dimaksud adalah bahan-bahan yang layak dikonsumsi sesuai peraturan yang berlaku," pungkasnya.




(cln/cln)


Hide Ads