Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, mengatakan anak dari pasangan suami istri (pasutri) tuna netra Warsito (39) dan Uminiah (46) akan mendapat beasiswa. Sumarno mengatakan bahwa anak tersebut akan disekolahkan di sekolah swasta dengan bantuan beasiswa.
"(Adakah diskresi terhadap anak dari keluarga tunanetra) Oh nggak, nanti tetap sekolah di swasta. Sekolah swasta, tapi nanti akan ada beasiswa," kata Sumarno kepada wartawan di sela-sela Rupiah Borobudur Playon 2024, Minggu (7/1/2024).
"Karena itu bukan apa ya, secara sistem PPDB memang sudah kita lakukan sesuai dengan seharusnya. Memang problem-nya adalah dari sisi data kesejahteraan sosialnya bermasalah. Tapi, tetap kita tangani dan anak harus sekolah," sambung Sumarno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumarno menjelaskan adanya masalah data anak tuna netra dari Kementerian Sosial (Kemensos). Pihaknya memberikan masukan kepada Kemensos untuk lebih memastikan bahwa data-data presisi.
"Bahwa kita selama ini masih problem masalah data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Kami berharap, kemarin BPS sudah mengadakan regsosek (registrasi sosial ekonomi) substansi sosial ekonomi. Harapannya kami, itu menjadi basis data yang lebih presisi di dalam dari penanganan kesejahteraan sosial," ujarnya.
"Ini kan sebetulnya seperti problem yang anak dari keluarga difabel, dibilang kan kesalahan data sebetulnya. Kalau itu kan di sistem kita kan begitu tidak masuk, nggak bisa masuk diafirmasi akhirnya. Tapi kita tentu saja akan menangani secara khusus terhadap anak tadi. Dari Dinas Pendidikan juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial juga minimal anak tersebvut harus tetap sekolah dan mungkin nanti akan ada beasiswa disitu," tegas Sumarno.
Diberitakan sebelumnya, anak kedua Warsito dan Uminiah terancam tidak sekolah setelah tak diterima di SMA Negeri. Pasangan tersebut mengungkapkan tidak memiliki biaya jika harus menyekolahkan sang anak ke SMA swasta.
"Saya emang benar-benar belum mampu untuk menyekolahkan anak saya ke swasta sedangkan anak saya penginnya ke SMA," ujar Uminiah saat ditemui di rumahnya, Jalan Gondang Raya, Tembalang, Semarang, Kamis (4/7/2024).
Pasutri yang sehari-hari bekerja sebagai tukang pijat ini ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri karena SMA negeri di Jateng sama sekali tak ada pungutan. Dari segi jarak, sekolah yang dituju tak terlalu jauh sehingga bisa menghemat ongkos.
"Anaknya penginnya ke SMA negeri, kalau bisa, nggak yang banyak pengeluaran termasuk untuk transport," lanjutnya.
Uminiah mengaku sudah bolak balik ke Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial agar anaknya bisa mendaftar melalui jalur afirmasi. Sayangnya, hal itu tak bisa dilakukan karena berdasar data di Dinas Sosial, keluarganya dianggap kategori rentan miskin atau P4 dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Dari verifikasi berkas kan ditanya mau masuk jalur apa saya bilang mau afirmasi katanya nggak bisa, ke di Disdik sama Dinsos juga nggak bisa katanya sistem. Udah verifikasi dua kali sampai waktunya mau habis, ke Dinsos dua kali, ke Disdik sekali, ke sekolah berkali-kali," jelasnya.
Menurutnya, keluarganya layak diprioritaskan di jalur afirmasi karena tak memiliki penghasilan menentu sebagai tukang pijat. Namun, keluarganya mendapat informasi bila ingin mengubah data di DTKS harus menunggu selama satu bulan.
"Kecewa saya mendengar sistem, sistem, sistem. Sistem yang bikin manusia masa nggak bisa diganti," tambahnya.
Terpisah, Penasihat Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) Semarang, Zainal Abidin Petir, menyebut sudah mengadukan hal itu ke Dinas Pendidikan Jateng. Sebab, dia merasa keluarga itu masuk kategori miskin ekstrem yang harus diprioritaskan dalam PPDB.
"Bu Umi dan Pak Warsito itu harus masuk miskin ekstrem atau P1 karena secara kategori itu dia tidak punya rumah, penghasilannya tak menentu apalagi disabilitas tapi di DTKS punya Kemensos orang tua ini masuk P4, P4 itu orang yang tidak kategori miskin," ujar Zainal.
"Warga yang mestinya kategori ekstrim miskin atau P1 tidak masuk kategori tersebut, juga berdampak tidak mendapatkan bantuan sosial lainnya," sambungnya.
(cln/cln)