Demi menaikkan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Blok Cepu untuk Blora, pemerintah Kabupaten Blora berencana mengajukan judicial review (JR) UU nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Rencana ini muncul ketika Forum Group Discussion (FGD) DBH Migas yang diselenggarakan di ruang pertemuan Setda Blora, Sabtu (1/6), yang dihadiri oleh Bupati Blora, H. Arief Rohman, Sekda, Komisi C DPRD Blora, Kepala Cabang Dinas ESDM Jateng, Staf Ahli dan para Asistennya Sekda. Berikut kepala OPD terkait, Dirut dan Komisaris BPH, BPE, TP2D, hingga para LSM dan sejumlah awak media. Tidak hanya itu, mewakili Mendagri, ikut juga dalam FGD tersebut secara daring, Plh Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Dr. Horas Maurits Panjaitan.
Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman bersama timnya mengaku siap mengawal membantu pemerintah dalam rencana pengajuan JR ke MK. Dalam FGD DBH Migas di Setda Blora Sabtu (1/6), Boyamin menyampaikan langsung keprihatinannya atas apa yang dialami oleh Kabupaten Blora.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Blora masuk Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu sebesar 37 persen. Hanya karena mulut sumurnya di Bojonegoro, jadi DBH -nya kecil, yakni hanya dihitung sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah mulut sumur produksi saja.
''Seharusnya Blora bisa masuk sebagai daerah penghasil, karena WKP -nya ada 37 persen disini. Kantor Pertamina nya juga ada di Kabupaten Blora (Cepu)," ucapnya dalam keterangan yang diterima detikJateng, Jumat (7/6/2024).
Menurutnya, berdasarkan data DBH Migas, apa yang diperoleh Bojonegoro sangatlah besar. Yakni di tahun 2023 Bojonegoro mendapatkan DBH sebesar Rp 2,2 triliun, dan 2024 mendapatkan Rp 1,8 triliun. Jarak yang begitu jauh, sangat jomplang jika dibandingkan Blora. Padahal bertetangga dan sama sama masuk WKP Blok Cepu.
Hal itu, menurut Boyamin, menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat di kedua Kabupaten (Blora dan Bojonegoro). Di kala Bojonegoro dapat menjalankan pembangunan infrastruktur begitu masif hingga ke desa-desa perbatasan dengan anggaran DBH Migas, sementara Blora masih banyak infrastrukturnya yang rusak dan belum bisa tertangani akibat keterbatasan kemampuan anggaran.
Mirisnya lagi, lanjutnya, ada beberapa kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan dengan Bojonegoro, tidak masuk WKP Blok Cepu, justru menerima DBH Migas lebih besar dari Blora. Seperti Jombang di 2024 mendapat Rp 137 miliar, Madiun di 2024 dapat Rp 143 miliar, dan Nganjuk dapat Rp 140 miliar.
"Semuanya lebih besar dari Blora, padahal kabupaten kabupaten itu tidak masuk WKP Blok Cepu. Hanya berbatasan saja dengan Bojonegoro dan berada satu provinsi. Sedangkan Blora berbatasan langsung dan masuk WKP Blok Cepu seharusnya bisa dapat lebih banyak dan akan bermanfaat untuk pembangunan daerah," jelasnya.
Boyamin menyampaikan, beberapa tahun lalu pernah menawarkan proses JR ini kepada Pemkab, semasa Bupatinya sebelum Arief Rohman. Namun saat itu belum disambut baik oleh Pemkab Blora.
"Dulu sebelum Bupatinya beliau (Arief Rohman), kami pernah mengajukan agar Pemkab mengajukan JR ke MK. Namun saat itu belum disambut baik. Baru kemudian beberapa waktu belakangan ini saya terus menghubungi Bupati Arief Rohman untuk menyampaikan peluang JR terkait UU HKPD untuk merubah presentasi DBH Migas bagi Blora. Alhamdulillah beliau bersedia kami bantu. Saya tidak meminta upah, saya bilang gratis," ucap Boyamin.