Aliansi Supremasi Sipil Kota Tarakan menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Kota Tarakan pada Jumat pagi (21/3/2025) menyuarakan penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Aksi yang berlangsung di tengah rintik hujan ini diwarnai pembakaran ban sebagai simbol kekecewaan massa terhadap kebijakan pemerintah. Berdasarkan pantauan detikcom, demonstrasi berjalan tertib tanpa bentrokan dengan pihak kepolisian yang berjaga.
Massa aksi yang terdiri dari 6 lembaga internal kampus dan 5 lembaga eksternal kampus, mendesak DPRD Kota Tarakan untuk menyuarakan penolakan terhadap UU tersebut kepada pemerintah pusat. Massa aksi pun membubarkan diri dengan tertib sambil menanti respons resmi dari Ketua DPRD dalam waktu 24 jam ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Supremasi Sipil Anhari, menegaskan bahwa tuntutan utama mereka adalah pembatalan UU TNI dan pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami menuntut DPRD Kota Tarakan menyuarakan aspirasi kami. Ketua DPRD tidak ada di tempat, jadi kami masuk ke ruang pertemuan untuk konferensi pers. Dalam 1x24 jam, kami tekankan Ketua DPRD harus memberikan tanggapan. Jika tidak, kami pastikan demo jilid dua dengan massa lebih besar akan digelar lagi di sini," tegas Anhari kepada detikKalimantan, Jumat (21/3/2025).
Anhari juga menyayangkan minimnya respons dari anggota DPRD. Dari sekian banyak anggota dewan, hanya satu perwakilan yang hadir menemui massa, dengan alasan mayoritas anggota sedang melaksanakan dinas luar.
"Katanya efisiensi anggaran, tapi masih dinas luar. Ini menunjukkan efisiensi yang dijanjikan pemerintah tidak dilaksanakan," kritiknya.
Dalam petisi yang dibacakan, massa aksi menyoroti bahwa UU 34 Tahun 2024 dinilai jauh dari nilai kejujuran, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Mereka menuntut DPRD Kota Tarakan untuk mendukung enam poin utama. Yaitu pembatalan UU TNI, pengajuan judicial review, penegakan supremasi sipil, penghentian keterlibatan militer dalam keamanan dalam negeri, penguatan transparansi dan akuntabilitas militer, penghapusan privilege militer, serta reformasi sektor pertahanan yang demokratis.
Hasil kajian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Borneo Tarakan (UBT), revisi UU ini berpotensi mengancam supremasi hukum dan supremasi sipil. Hal ini menjadi salah satu alasan kuat penolakan dari kalangan mahasiswa. Anhari menegaskan bahwa aksi tidak akan berhenti jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
"Kami tetap berkoordinasi dengan teman-teman BEM di pusat. Demo akan berlanjut sampai penolakan kami terhadap UU ini didengar," tutupnya.
(des/des)