Tolak RUU Penyiaran, Wartawan Solo Gelar Teatrikal-Bentangkan Poster

Tolak RUU Penyiaran, Wartawan Solo Gelar Teatrikal-Bentangkan Poster

Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Selasa, 21 Mei 2024 19:32 WIB
Aksi penolakan RUU Penyiaran oleh pewarta Kota Solo di Stadion Manahan Solo, Selasa (21/5/2024).
Aksi penolakan RUU Penyiaran oleh pewarta Kota Solo di Stadion Manahan Solo, Selasa (21/5/2024).Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng
Solo -

Organisasi jurnalis di Kota Solo seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Solo, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) Solo, Forkom Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), dan sejumlah konten kreator menggelar aksi damai di Stadion Manahan Solo. Mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran versi 2024.

Aksi damai itu diwarnai dengan drama teatrikal, pembentangan sejumlah poster, dengan mulut para pewarta di Kota Solo ditutup solasi simbol pembungkaman kebebasan pers. 'RUU Penyiaran Mengancam Demokrasi dan Kebebasan Pers', demikianlah yang ditulis dalam salah satu spanduk.

Ketua AJI Kota Solo, Mariyana Ricky P.D, mengatakan RUU yang tengah disusun DPR tersebut jelas mengancam iklim demokrasi, kebebasan HAM, dan kebebasan pers di Indonesia. Banyak pasal multitafsir yang berpotensi digunakan alat kekuasaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Salah satu pasal problematik yang menjadi perhatian kami adalah larangan penyiaran konten eksklusif konten jurnalisme investigatif. Karena bagi beberapa pihak memang ada ketakutan jika ada sesuatu yang terungkap," kata Mariyana kepada awak media, Selasa (21/5/20224).

Mariyana menekankan penting ada upaya kolaboratif menjegal RUU penyiaran oleh berbagai pihak. Apalagi, dampak panjang RUU Penyiaran tak hanya bagi kebebasan pers. Tetapi juga masyarakat secara umum karena membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik.

ADVERTISEMENT

Dia menilai, RUU Penyiaran ini disusun sangat terburu-buru, seperti pembentukan Omnibus Law. Sehingga diharapkan RUU yang menjadi polemik bisa ditunda.

"Yang menjadi kekhawatiran, RUU disahkan meski ada aksi penolakan besar-besaran. Ini aksi kolektif. Kita jadi mata dan telinga masyarakat, paling tidak suara kita didengar. Harapan kita, DPR mau mendengar suara publik, kalau bisa tahun ini digagalkan atau ditunda pembahasannya. Atau pasal problematik dihilangkan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Seksi Wartawan Olahraga (SIWO) PWI Solo, Ronald Seger, menambahkan jika RUU Penyiaran ini bisa mengancam kebebasan pers.

"RUU Penyiaran ini ada niatan membelenggu kebebasan pers, dengan beberapa pasal yang problematik. Salah satunya masuknya KPI dalam hal sengketa pers. Selama ini sengketa pers ditangani oleh dewan pers, hal itu berpotensi masuk ke ranah hukum untuk disidangkan," kata Ronald.

Aksi penolakan RUU Penyiaran oleh pewarta Kota Solo di Stadion Manahan Solo, Selasa (21/5/2024).Aksi penolakan RUU Penyiaran oleh pewarta Kota Solo di Stadion Manahan Solo, Selasa (21/5/2024). Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng

Berikut pasal-pasal problematik RUU Penyiaran:

a. Ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42 dan Pasal 50B ayat 2c).

b. Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Hal ini akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36).

c. Pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik (Pasal 50B ayat 2K). Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran, Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu. Mengapa poin kabar bohong dan pencemaran nama baik masuk kembali di RUU Penyiaran?

d. Melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Pada draf RUU Penyiaran ini menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran no 32/2002, di mana pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan radio. Hilangnya pasal-pasal ini akan mempermulus penguasaan TV dan Radio pada konglomerasi tertentu saja.

e. Pelanggaran HAM. Draf RUU Penyiaran ini melarang tayangan yang menampilkan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender. (Pasal 50B ayat 2G). Pasal ini selain diskriminatif, juga akan menghambat beberapa ekspresi kesenian tradisional maupun modern baik di TV, radio maupun internet.




(cln/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads