Sejumlah mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, menggeruduk gedung Rektorat. Mereka menggelar aksi setelah adanya kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang dinilai memberatkan mahasiswa baru 2024.
Koordinator aksi, Fadhil Syahputra menjelaskan dalam aksi tersebut massa membawa empat tuntutan.
"Pertama kami menolak kenaikan UKT 2024. Menurunkan UKT dan mengembalikan ke aturan sebelumnya," kata Fadil dalam aksi tersebut, Jumat (26/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya yang kedua, mahasiswa menuntut pihak kampus mengembalikan kebijakan potongan 50 persen UKT bagi mahasiswa akhir seperti aturan sebelumnya.
"Kami juga menentang kebijakan penyesuaian UKT setiap semester. Dan yang terakhir, mempercepat penyebaran informasi terkait kebijakan kampus," terangnya.
Penjelasan Rektor Unsoed
Di tengah-tengah aksi tersebut Rektor Unsoed Prof Akhmad Sodiq akhirnya keluar dan menemui sejumlah mahasiswa. Ia menjelaskan pembiayaan kuliah berasal dari beberapa sumber ada yang dari pemerintah, kemitraan dan juga masyarakat melalui UKT.
"Bahwa sistem pembiayaan UKT di Unsoed selama ini masih mendasarkan pada aturan tahun 2012. Berdasarkan surat dari kementerian perlu adanya penyesuaian Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan pada 28 Februari sudah harus sampai di Jakarta," kata Rektor kepada mahasiswa.
Menurut Sodiq variabel penentuannya berbeda-beda di setiap daerah. Adapun variabelnya di antaranya adalah proses pendidikan, metode, hingga akreditasi tiap prodi yang berbeda-beda.
"Kemudian bagaimana proses pembelajaran apakah hanya berkaitan dengan uang kuliah, laboratorium, dan sebagainya. Pengalaman di lapangan ini yang membedakan UKT berbeda-beda," ujarnya.
Sodiq menegaskan UKT adalah biaya yang harus dibayar tiap semester dan memiliki tingkatan yaitu level 1 sampai level 8.
"Level 1 artinya disubsidi sepenuhnya oleh pemerintah dan hingga level 8 semakin meningkat yang artinya membiayai sepenuhnya sesuai UKT penuh," ungkap Sodiq.
Lebih lanjut, menurut Sodiq, pembiayaan UKT sudah terukur dan dipengaruhi oleh 2 komponen. Yaitu pendapatan orang tua dan jumlah tanggungan keluarga.
"Hanya sedikit yang masuk di level 7 dan 8 sementara yang sudah masuk di level 2, 3, 4 sudah mendekati 83 persen yang artinya sebagian besar pendapatan mengarah ke level tersebut. Dengan menggunakan UKT lama, contohnya dari Fakultas Hukum UKT maksimalnya Rp 3,5 juta. Padahal pendapatan orang tuanya sampai Rp 120 juta," kata Sodiq.
Sodiq mengakui terdapat anomali dalam penentuan pembayaran UKT. Di antaranya pendapatan yang tercantum tidak sesuai realita. Dengan sistem baru diharapkan apa yang dimasukkan harus berdasarkan persetujuan orangtua.
"Sehingga apa yang dimasukkan datanya harus sesuai data bersama dan kesepakatan orang tua. Sehingga pembiayaan diharapkan tetap terukur," pungkasnya.
(rih/ahr)