Belum Tersentuh Bantuan, Desa di Demak Ini Pakai APBDes untuk Dapur Umum

Belum Tersentuh Bantuan, Desa di Demak Ini Pakai APBDes untuk Dapur Umum

Afzal Nur Iman - detikJateng
Selasa, 19 Mar 2024 18:21 WIB
Banjir di Desa Cangkring Rembang, Kecamatan Karanganyar, Demak, Selasa (19/3/2024).
Banjir di Desa Cangkring Rembang, Kecamatan Karanganyar, Demak, Selasa (19/3/2024). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng
Demak -

Desa Cangkring Rembang, Kecamatan Karanganyar, Demak, harus membuat dapur umum swadaya karena belum tersentuh bantuan. Biaya pembuatan dapur umum itu sepenuhnya menggunakan APBDes.

"Nggak ada bantuan dari pihak lain kita tahu bencana banjir ini meluas tidak hanya wilayah Karanganyar tapi meluas. Belum ada (bantuan dari swasta dan pemerintah), semua swadaya dari APBDes," kata Kepala Desa Cangkring Rembang, Asrofah, ditemui di lokasi dapur umur, Selasa (19/3/2024).

Padahal, seluruh wilayah desanya mengalami kebanjiran. Ada 3.000 jiwa yang diperkirakan terdampak banjir. Sudah tiga hari ini dapur umum itu menyediakan 5.000 porsi setiap harinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dapur umum menyediakan 2.500 porsi, dua kali per hari," tambahnya.

Kepala Desa Cangkring Rembang, Asrofah saat di dapur umum desanya, Demak, Selasa (19/3/2024).Kepala Desa Cangkring Rembang, Asrofah saat di dapur umum desanya, Demak, Selasa (19/3/2024). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng

Meski begitu, bantuan kesehatan tetap didapat dari Dinkes Demak. Setiap hari tenaga kesehatan akan dan mengecek kondisi kesehatan warga setempat.

ADVERTISEMENT

Selain itu, tak ada bantuan apapun baik pampers, pakaian, hingga pembalut wanita belum diterima oleh warga Cangkring Rembang.

"Pampers dan lain-lain belum ada juga sih kalau kesehatan obat-obatan insyaallah sudah," imbuhnya.

Sedih Kebanjiran Lagi

Sudah kali kedua warganya menjadi korban banjir dalam sebulan terakhir. Padahal, di tahun-tahun sebelumnya desa tersebut kebanjiran.

Asrofah paling mengkhawatirkan kondisi para petani yang jadi mata pencaharian sebagian besar warganya. Sebab, banjir datang saat jelang musim panen dan setelah banyak petani mulai menanam padi.

"Terutama pertanian ya karena lahan pertanian kami terendam bahkan di fase pertama kemarin kita sudah siap panen tapi karena ada musibah ini jadi kerugian petani signifikan," jelasnya.

Padahal, saat itu harga gabah sedang tinggi. Menurutnya, banyak petani yang syok karena baru kali ini mengalami kebanjiran dan membuatnya merugi.

"Karena kita tahu nggih harga padi itu lagi naik tapi karena bencana ini dan kemarin membuat kita jadi syok. Dari yang awalnya punya angan-angan kita bisa invest lebih banyak lagi, punya tabungan lebih banyak lagi akhirnya terpupus rencana itu pupus adanya banjir fase satu di tambah ini banjir fase dua," pungkasnya.




(rih/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads