Banjir bandang yang terjadi di Desa Wangandowo, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, masih menjadi trauma bagi warga. Air yang datang bak air tumpah dari bukit, begitu cepat di saat warga usai melaksanakan buka puasa di dalam rumah.
Banyak cerita, di balik banjir bandang ini. Salah satunya kakek-nenek yang terselamatkan banjir bandang, sedangkan rumah mereka rusak parah. Keduanya terpaksa memanjat pohon mangga yang berada di samping rumahnya saat banjir bandang terjadi.
Selama tiga puluh menit, mereka berada di pohon mangga dan melihat bagaimana derasnya air yang melintas di bawahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada detikJateng, Riyadi (62), korban yang memanjat pohon mangga menceritakan bagaimana ia dan istrinya melihat langsung amukan air yang menyapu apa saja di depannya. Mereka melihat bagaimana rumah yang dibangun hancur begitu saja diterjang air.
Riyadi menuturkan, sebelum banjir bandang menerjang, dirinya tengah berbuka puasa bersama istrinya di dalam rumah. Namun, beberapa saat kemudian, terdengar gemuruh hebat. Ia keluar rumah untuk memeriksa keadaan.
"Saya sama istri lagi di dalam rumah, habis buka puasa. Setelah itu, kok ada suara mengerikan gemuruh. Saya keluar. Di luar banyak pekerja yang berlarian turun, banjir... banjir," kata Riyadi, menirukan para pekerja yang berteriak-teriak mengingatkan warga saat ditemui Jumat (15/3/2024).
Gemuruh air mendekat, air sedikit demi sedikit mulai mengalir masuk ke rumah. Melihat kondisi seperti itu, Riyadi langsung menarik istrinya untuk menyelamatkan diri bersama.
Namun air sudah kian membesar. Untuk lari menjauh, dirinya bersama istri jelas tidak memungkinkan karena tenaga tuanya.
![]() |
"Air semakin tinggi dan saat itu cukup deras. Saya tarik istri saya untuk keluar rumah. Ada pohon mangga yang besar, saya minta istri untuk naik duluan, saya bantu. Kemudian saya ikut naik. Air semakin besar dengan membawa tanah dan pepohonan," ungkap Riyadi.
Belum juga memposisikan diri dengan nyaman di cabang pohon mangga, air tampak semakin besar dan deras. Membawa kayu, pepohonan, batu, bahkan tanah.
"Ya kayak kelihatan bendungan lolos airnya, seperti diguyur dari atas. Semakin lama semakin deras dan kencang," katanya.
Ia sendiri bersama istrinya berdua di cabang-cabang pohon mangga dengan ketinggian sekitar 1,5 meter. Air kian lama kian deras. Istrinya saat itu mengeluh pusing karena takut melihat arus air yang selama ini belum pernah dilihatnya.
"Kami di atas melihat air deras, isyri takut dan pusing, saya minta untuk tidak melihat ke bawah. Saya juga melihat air yang merusak rumah. Semakin lama semakin rusak rumahnya. Bahkan atap rumah hanyut dan bagian belakang jebol kita melihatnya," ucap Riyadi.
Sekitar 30 menit, ia bersama istrinya berada di pohon mangga. Ia juga sebelumnya melihat kepanikan warga lain dan para pekerja pabrik yang berlarian menyelamatkan diri.
"Tiga puluh menit saya di pohon. Usai itu, air semakin lam semakin menyusur, kemudian tidak ada air lagi. Kami turun. Istri menangis melihat kondisi rumah yang berantakan. Atap rumah sudah tidak ada, barang-barang hanyut, dinding belakang jebol, kasur basah semua, pakaian juga basah," tambah Riyadi.
Karena itulah, ia bersama istri berinisiatif untuk mengungsi dengan hanya membawa pakaian yang melekat di badannya saja. Hingga saat ini, istrinya masih trauma atas peristiwa yang ia lihat secara langsung.
"(banjir terjadi) itu gara-gara bendungan atau penampungan air kurang bagus membuatnya, jadi ada air besar langsung jebol, lama-lama kan lebar. Sebelumnya belum pernah terjadi seperti ini, saya dari kecil di sini," kata Riyadi.
Kini ia dan istrinya mengungsi. Entah sampai kapan ia harus mengungsi.
Seperti diberitakan sebelumnya, banjir bandang terjadi pada Rabu malam (13/3/2024) pada pukul 19.00 WIB. Akibat banjir bandang ini, ibu anak hanyut dan ditemukan malam itu juga dalam kondisi sudah tidak bernyawa.
Selain korban jiwa, dari data BPBD Kabupaten Pekalongan, tercatat 2 rumah hanyut, 20 rumah rusak berat, 50 rumah rusak ringan, 1 jembatan rusak, 1 bangunan TK rusak dan 2 mushola rusak. Ada sekitar 80 KK di lokasi setempat yang terdampak.
(apu/cln)