Cerita Warga Gaza Kehilangan 103 Anggota Keluarga, Termasuk Istri-3 Putrinya

Internasional

Cerita Warga Gaza Kehilangan 103 Anggota Keluarga, Termasuk Istri-3 Putrinya

detikNews/BBC Indonesia - detikJateng
Senin, 11 Mar 2024 09:39 WIB
Palestinians look at the site of an Israeli strike on a house, amid the ongoing conflict between Israel and the Palestinian Islamist group Hamas, in Rafah in the southern Gaza Strip, January 17, 2024. REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Ilustrasi serangan Israel. Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Solo -

Seorang warga Gaza bernama Ahmad al-Ghuferi masih tak bisa membendung air matanya saat menceritakan kisah pilu kehilangan istri dan ketiga putrinya. Total 103 anggota keluarganya tewas dalam serangan bom gempuran Israel.

Ahmad selamat lantaran terjebak 80 km jauhnya saat serangan bom menghancurkan rumah keluarganya di Kota Jericho, wilayah Tepi Barat. Saat Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober, Ahmad sedang bekerja di lokasi konstruksi Tel Aviv.

Sejak itu, dia tidak dapat pulang bertemu istri dan ketiga putrinya yang masih kecil karena Israel melancarkan serangan balik dan melakukan blokade militer.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap hari, ia hanya bisa berkomunikasi dengan keluarganya melalui sambungan telepon. Itu pun ketika sambungan telepon memungkinkan.

Sebelum serangan mematikan pada malam, 8 Desember, Ahmad sempat menelepon istrinya. Saat itu sang istri seakan sudah mengetahui takdirnya.

ADVERTISEMENT

"Dia tahu dia akan mati," kata Ahmad, dikutip detikNews dari BBC Indonesia.

"Dia menyuruhku untuk memaafkannya atas segala hal buruk yang mungkin dia lakukan padaku. Aku bilang padanya tidak perlu mengatakan itu. Dan itu adalah panggilan terakhir darinya."

Kemudian di malam itu, sebuah bom besar menyerang rumah pamannya dan langsung menewaskan istri serta ketiga putri kecilnya, yakni Tala, Lana, dan Najla.

Serangan ini juga menewaskan ibu Ahmad, empat saudara laki-lakinya dan keluarga mereka, serta puluhan bibi, paman hingga sepupunya. Lebih dari 100 orang tewas dalam serangan itu.

Merangkai potongan-potongan cerita dari beberapa kerabat dan tetangganya yang masih hidup, Ahmad mencoba mencari tahu peristiwa yang sebenarnya terjadi. Katanya, sebuah rudal pertama kali menghantam pintu masuk rumah keluarganya.

"Mereka bergegas keluar dan pergi ke rumah paman saya di dekatnya," ucap Ahmad.

Lima belas menit kemudian, sebuah jet tempur menembak rumah itu. Bangunan empat lantai tempat keluarga tersebut tewas terletak di sudut Pusat Medis Sahaba di lingkungan Zeitoun, Kota Gaza.

Reruntuhan beton dan puing-puing bangunan menyelimuti rumah yang kini tersisa dua lantai.

Dua bulan berlalu, beberapa jenazah keluarga Ahmad masih terjebak di bawah reruntuhan rumah.

Pekan lalu, Ahmad menandai ulang tahun putri bungsunya. Najla akan berusia dua tahun. Dia hingga kini masih berjuang untuk mengobati rasa kesedihan itu.

Tidak mampu menggendong jenazah anak-anaknya atau menghadiri pemakaman mereka yang tergesa-gesa, Ahmad masih mengenang tentang keluarganya hingga kini.

Wajahnya terlihat kaku dibasahi air mata yang mengalir deras.

"Putri-putriku adalah burung kecil bagiku," kata Ahmad.

"Aku merasa seperti berada dalam mimpi. Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada kami," lanjutnya.

Ahmad kini telah menghapus foto ketiga putrinya dari layar ponsel dan laptopnya. Dia merasa terlalu sedih saat memandang putri-putrinya itu.

Baca artikel selengkapnya di halaman berikut.

Keluarga yang Masih Hidup

Salah satu kerabat Ahmad yang masih hidup, Hamid al-Ghuferi, mengatakan kepada BBC bahwa ketika serangan dimulai, mereka yang melarikan diri ke atas bukit dan selamat. Tapi, bagi mereka yang berlindung di dalam rumah tewas.

Korban selamat mengatakan korban tertua adalah seorang nenek berusia 98 tahun; yang termuda adalah bayi laki-laki yang lahir sembilan hari sebelumnya.

"Itu seperti sabuk api," katanya.

"Terjadi serangan ke empat rumah di sebelah rumah kami. Mereka menyerang satu rumah setiap 10 menit."

"Ada 110 orang dari keluarga Ghuferi di sana anak-anak dan kerabat kami," katanya. "Semua, kecuali segelintir dari mereka, terbunuh," sambungnya.

Kerabat lainnya, sepupu yang juga dipanggil Ahmad, menggambarkan dua ledakan besar akibat serangan udara.

"Tidak ada peringatan sebelumnya," katanya.

"Jika [beberapa] orang tidak meninggalkan area ini, saya rasa ratusan orang akan terbunuh. Kawasan tersebut terlihat sangat berbeda sekarang."

"Pernah ada tempat parkir mobil, tempat menyimpan air, dan tiga rumah ditambah satu rumah besar dan ledakan melenyapkan seluruh wilayah pemukiman."

Hamid mengatakan, para korban selamat telah bekerja hingga pagi hari untuk mengambil jenazah dari reruntuhan.

"Pesawat terbang melayang di langit, dan quadcopter menembaki kami saat kami mencoba menarik mereka keluar," kata sepupunya, Ahmad.

"Kami sedang duduk di dalam rumah dan mendapati diri kami berada di bawah reruntuhan," kata Umm Ahmad al-Ghuferi kepada BBC.

"Saya terlempar dari satu sisi ke sisi lain. Saya tidak tahu bagaimana mereka mengeluarkan saya. Kami melihat kematian di depan mata kami."

Dua setengah bulan kemudian, mereka masih berusaha untuk menemukan beberapa jenazah yang terkubur di bawah reruntuhan.

Keluarga tersebut telah mengumpulkan uang menyewa penggali kecil, untuk membersihkan puing-puing.

"Kami menemukan empat jenazah [hari ini]," kata Ahmad kepada BBC.

"Termasuk istri saudara laki-laki saya dan keponakan saya Mohammed, yang berhasil diangkat. Mereka telah berada di bawah reruntuhan selama 75 hari."

Makam sementara mereka terletak di sebidang tanah kosong di dekatnya, ditandai dengan tongkat dan terpal plastik. Ahmad, yang terjebak di Jericho, hingga kini tidak bisa mengunjungi makam keluarganya itu.

"Apa yang telah saya lakukan hingga kehilangan ibu saya, istri saya, anak-anak saya dan saudara laki-laki saya?" katanya. "Mereka semua adalah warga sipil."

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Dalih Israel Tembak Warga Gaza saat Antre Bantuan"
[Gambas:Video 20detik]
(cln/cln)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads