Paguyuban olahan daging anjing atau Paguyuban Kuliner Solo Guk-guk bersatu, meminta adanya audiensi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, dan komunitas pecinta hewan. Sebab, aktivitas ekonomi mereka terganggu, usai adanya penangkapan distributor anjing di Semarang beberapa waktu lalu.
Koordinator paguyuban, Agus Triyono (51) mengatakan, mandeknya distribusi anjing ini membuat warung olahan daging anjing di Kota Solo harus tutup tiga minggu terakhir ini.
"Kita mau audiensi dengan Pemerintah dan pecinta anjing, biar kita duduk bersama mencari solusi. Kok lima tahun terakhir kita digoyang terus dengan pecinta anjing. Kita jualan sudah resah, terutama pengepul. Kita sudah ajukan (audiensi) tapi belum ada tanggapan," kata Agus saat ditemui awak media di Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Sabtu (20/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan pelaku kuliner olahan daging anjing pernah diajak bertemu Joko Widodo (Jokowi) yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Solo. Saat itu ada sekitar 50 pedagang yang hadir.
Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta agar warung olahan daging anjing diperjelas. Sebab, saat itu warung mereka menggunakan nama Sate Jamu.
"Waktu itu Pak Jokowi pernah ngomong, biar masyarakat tidak keliru tolong namanya diperjelas. Dulu kan namanya Sate Jamu, lalu diganti nama Rica-rica Guk-guk, dan kami setuju. Setelah ganti nama ada gejolak, antara kami dengan komunitas pecinta hewan," ucapnya.
Saat ini, ada 27 pedagang olahan daging anjing di Kota Solo yang terdata. Mereka semua terpaksa tidak berjualan karena tidak mendapatkan daging anjing.
Beroperasi 3 Generasi
Padahal, sambung Agus, konsumen kuliner daging anjing di Kota Solo cukup banyak. Dia mengaku sudah berjualan selama 25 tahun dan enggan alih profesi.
"Kami ingin tetap jualan daging anjing, karena sudah lebih dari tiga generasi, dan ada pasarnya. Kalau kita beralih ya kesulitan," ujarnya.
Ketakutan pelaku olahan daging anjing di Solo ini berkaca pada kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar pada 2019 lalu. Pedagang olahan daging anjing di sana diminta alih profesi mengolah mentok, dengan diberi modal Rp 5 juta. Dia menyebut pedagang yang alih profesi itu justru gulung tikar.
"Di Karanganyar dulu diberikan solusi alih profesi rica-rica mentok, dikasih modal Rp 5 juta, tapi tidak ada yang jalan, warung mereka sepi. Ada yang kembali lagi (jualan daging anjing), ada yang sudah tidak berjualan," jelasnya.
Anggota Paguyuban, Lasno berharap pemerintah jangan hanya mendengar satu pihak saja, yakni komunitas pecinta hewan. Namun, pedagang juga harus diperhatikan.
"Kalau ditutup, kita mau dikasih pekerjaan apa? Kita menanggung pendidikan anak, ekonomi keluarga, cicilan di bank. Kalau mau menutup, solusinya bagaimana," keluh Lasno.
(apu/ams)