Muncul sejumlah baliho berisikan protes terhadap penanganan kasus dugaan korupsi di Bumdesma atau UPK Kecamatan Batuwarno, Wonogiri. Polisi pun merespons adanya baliho yang muncul tersebut.
Berdasarkan pantauan detikJateng, Senin (8/1/2024) sore, baliho itu terpasang di pinggir Jalan Raya Baturetno-Batuwarno, tepatnya di Dusun Daleman Desa Batuwarno Kecamatan Batuwarno. Jarak baliho dengan kantor UPK Batuwarno sekitar 500 meter.
Terdapat tiga baliho yang terpasang dan berjajaran. Background baliho itu berwarna putih dengan tulisan warna hitam. Adapun tulisan dari tiga baliho itu masing-masing sebagai berikut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- UPK Tak Ada Kabar! Apa Kabur?
- AWAS!!! Maling Masih Berkeliaran. Yang berwajib mungkin lupa kewajibannya
- Ngurusi 6,7 M wae kesuwen! Ngono kwi yo bayaran? Ra isin? Ben diurusi cah cah wae po piye?
Berdasarkan informasi, baliho itu telah ada di sana sejak Minggu (7/1/2024).
Diketahui, kasus dugaan penyelewengan dana di UPK Batuwarno ditangani oleh Unit Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Polres Wonogiri. Kasus ini muncul atau terkuak pada April 2023.
Menanggapi adanya sejumlah baliho yang terpasang tersebut, Kapolres Wonogiri AKBP Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah menegaskan pihaknya hingga kini masih terus mengawal kasus tersebut.
"Terkait dengan dugaan kasus UPK Bundesma Kecamatan Batuwarno, penanganan kasusnya masih dalam tahap penyelidikan intensif dan pengumpulan barang bukti yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi," kata Indra saat dihubungi detikJateng, Senin (8/1).
Ia menuturkan, penanganan tindak pidana korupsi berbeda dengan tindak pidana konvensional lainnya. Tindak pidana korupsi perlu keterangan beberapa orang saksi dan juga bukti-bukti yang kuat terkait dugaan tindak pidana yang akan disangkakan.
"Kami tetap komitmen untuk menuntaskan bila semua nanti sudah terang dan jelas. Bersabar dan mohon waktunya," kata Indra.
Diberitakan sebelumnya, dua pegawai Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Batuwarno Wonogiri menyalahgunakan dana hingga miliaran rupiah. Jumlah uang yang diselewengkan mencapai Rp 6,4 miliar.
Adapun dua orang yang terlibat dalam kasus itu menjabat sebagai sekretaris dan bendahara. Modus yang dilakukan dengan cara membuat kelompok fiktif, mark up, dan ada yang dipinjamkan ke perorangan. Seharusnya dana itu untuk kelompok dan digunakan usaha.
(cln/apu)