Prasasti Mao merupakan salah satu prasasti di masa Mataram kuno abad 8-9 Masehi yang ditemukan di Klaten. Prasasti tersebut masih tersimpan di kantor Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) yang dulunya masih Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah di Prambanan, Klaten.
Di laman kebudayaan.kemendikbud.go.id, prasasti itu ditulis sebagai Prasasti Abhayananda (Mao). Prasasti tersebut menggunakan aksara dan bahasa Jawa kuno, berbentuk lingga batu pseudo dengan tinggi 54 centimeter dan diameter 27 centimeter.
Lokasi penemuan prasasti tersebut dituliskan di Mao, Kabupaten Klaten. Isi prasasti berbunyi, " Selamat tahun Εaka ..... ( bulan BhdrawΔ) da ,tanggal 11 ( e - daΕa) paro terang. Paningron , Wage Jum'at, ketika istri Ra- Bawan menetapkan perdikan sawah luasnya 4 tampah pemberian Rakai Wka pu Manota dijadikan sawah - perdikan untuk wihara di AbhayΔnanda,".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari penelusuran detikJateng, Mao merupakan nama dusun di Kabupaten Klaten. Mao yang diduga tempat ditemukannya prasasti tersebut masuk wilayah administrasi Desa Jambeyan, Kecamatan Karanganom, Klaten.
Dusun Mao atau Desa Jambeyan sendiri dikepung titik-titik penemuan artefak masa Hindu-Budha. Di selatan dusun tersebut adalah Desa Gedaren yang menurut catatan peneliti Belanda, NW Hopeorman terdapat Candi Darawati. Di selatan Desa Gedaren ada Desa Jemawan, Mranggen dan Kahuman.
Di Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, pernah ditemukan prasasti Upit berangka 866 Masehi. Prasasti tersebut kini disimpan dengan baik di kantor BPCB Jateng yang kini menjadi kantor BPK wilayah X.
Dusun Mao letaknya berada di timur jalan raya Klaten-Boyolali, tepatnya di sebelah timur objek wisata umbul Jolotundo. Di simpang empat jalan dusun tersebut detikJateng masih menemukan dua fragmen batu bertakik seperti pada bebatuan candi.
Di Dusun Senden, persis di sebelah utara Dusun Mao, terdapat batu stupa kecil yang disimpan warga di teras rumah. Di pojok dusun tepi sungai, batu bata tebal 10 centimeter dengan panjang 30-40 centimeter banyak ditemukan berserakan atau tertumpuk menjadi gumuk.
Beberapa batu andesit bertakik pecah juga berada di antara batu bata kuno tersebut. Di seberang sawah dusun itu ditemukan bebatuan serupa seperti pada candi-candi di Prambanan dan sebuah arca rusak di makam umum.
"Saya belum dengar kalau ada Prasasti Mao atau candi. Tapi bekas-bekasnya banyak, yang sejak saya lahir sudah ada," ungkap Sekdes Jambeyan, Tri Rukun Widodo, kepada detikJateng, Sabtu (25/11/2023).
Dituturkan Tri Rukun yang lahir tahun 1969, bekas-bekas peradaban kuno itu ada berbagai macam. Di desanya, terutama di sekitar Dusun Mao terdapat bebatuan bekas candi atau bangunan jaman kuno, termasuk gumuk (bukit kecil).
![]() |
"Gumuk ada, sebelah barat Mao itu ada batu-batunya disebut Budha. Di barat Mao ada umbul Jolotundo, di dasar umbul ada arca, batu berhuruf Palawa, ada batu dengan bekas tapak kaki juga," terang Rukun.
Gumuk itu, kata Rukun, sejak jaman dulu disebut candi meskipun tidak ada bangunan candinya. Bahkan sampai sekarang masyarakat juga menyebut candi.
"Orang tua-orang tua menyebut gumuk itu dengan candi. Dimungkinkan cerita orang tua-tua dulu ada candi karena orang ditanya mau kemana, jawabnya mau ke candi," kata Rukun.
Pegiat cagar budaya Kabupaten Klaten, Hari Wahyudi, meyakini prasasti Mao ditemukan di Dusun Mao dan sekitarnya. Bukan saja dari jejak peninggalan tetapi juga dari catatan arkeologi.
"Ada tulisan M Soekarto Karto Atmojo (1969) yang mengulas penemuan Prasasti Mao. Pada tulisan itu disebut jelas desa di sekitar Mao yang sekarang masih ada," ungkap Hari kepada detikJateng.
![]() |
Desa dalam catatan itu, kata Hari, antara lain Manjungan (timur Mao) dan Desa Gedaren (barat Mao). Juga disinggung keberadaan Umbul Jolotundo yang ada di barat Mao.
"Juga disinggung Umbul Jolotundo yang ada di barat Mao. Saya berkeyakinan prasasti Mao itu ditemukan di dusun Mao dan sekitarnya seperti tulisan Soekarto," kata Hari.
Berdasarkan tulisan Soekarto Karto Atmojo, terang Hari, prasasti Mao ditemukan tahun 1962. Soekarto merupakan arkeolog pertama yang membaca dan menterjemahkan isi prasasti tersebut.
Simak lebih lengkap di halaman berikutnya.
Prasasti itu, sebut Hari, kemudian terbaca tahun penerbitannya menjadi tanggal 17 Agustus 826 Masehi. Oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dinyatakan sebagai prasasti lingga patok pertama di Indonesia.
"Oleh Puslit Arkenas menerbitkan buletin yang menyatakan Prasasti Mao merupakan prasasti batu berbentuk lingga patok pertama yang dikeluarkan masa Mataram kuno yang ditemukan di Indonesia," pungkas Hari.
Ketua Pokja Penyelamatan dan Pengamanan BPK wilayah X, Deny Wahyu Hidayat, menambahkan bahwa jika sudah masuk kantor BPK prasasti tersebut dipastikan aman. Namun yang menangani register di bagian inventaris.
"Pasti aman kalau sudah masuk kantor. Yang tahu kode-kode di bagian registrasi," ungkap Deny kepada detikJateng saat diminta konfirmasi.
Simak Video "Video: Mendes Yandri Susul Zulhas Tinjau Lokasi Peluncuran Kopdes Merah Putih"
[Gambas:Video 20detik]
(sip/sip)