Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum, FISIP, dan FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) bakal menggelar diskusi terbuka dalam menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat capres-cawapres. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dipertanyakan karena disetujui.
Padahal menurut mereka, putusan yang menyatakan bahwa seseorang yang belum berusia 40 tahun dapat menjadi capres cawapres dengan catatan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah tersebut tidak ada urgensinya.
"Menurut saya dengan alasan gugatan pemohon yang mengajukan syarat capres-cawapres di Pasal 169 huruf q undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang kami rasa tidak terdapat urgensi untuk diubah, tetapi pada akhirnya dikabulkan sebagian oleh MK," kata Presiden BEM FH UNS Muhammad Vagastya, dalam keterangannya, Minggu (22/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Vagastya terdapat alasan hakim MK yang menyatakan dissenting opinion dan adanya keganjilan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
"Itu menjadi polemik yang menarik untuk dibahas di diskusi besar yang akan dilakukan pada hari Senin, 23 Oktober 2023 di Kopi Bento UNS Solo," tambah Vagastya.
Vagastya melanjutkan dalam putusan tersebut, empat hakim MK menyampaikan dissenting opinion. Adapun empat hakim tersebut adalah Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, Suhartoyo, Saldi Isra. Pendapat hakim MK, Saldi Isra kemudian menjadi kontroversi di media sosial.
Ia juga kembali mengutip Saldi Isra yang menyatakan bahwa sejak pertama kali menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi, dirinya merasakan peristiwa 'aneh' yang 'luar biasa' dan jauh dari batas penalaran yang wajar.
"Dari putusan MK ini setidaknya kami bisa melihat tiga isu substansial yang menjadi persoalan. Yang pertama terkait dengan legal standing pemohon, kemudian konsistensi dengan putusan sebelumnya, dan terakhir berkaitan dengan pasal yang seharusnya merupakan kebijakan open legal policy justru membentuk norma baru melalui keputusan ini," jelas Vagastya.
Sementara itu, Presiden BEM Fisip UNS 2023 Prama Aditya Graha menyebut publik dengan mudah menilai bahwa yang mendapat karpet merah itu adalah keponakan dari Anwar Usman, yaitu Gibran Rakabuming Raka, terlepas akan maju atau tidak dalam Pilpres 2024.
"Persoalannya adalah putusan ini merusak berbagai hal, publik menilai MK sudah tidak bisa dipercaya untuk menjadi Guardian of Constitution," terangnya.
Diketahui, permohonan uji materiil Pasal 169 Huruf q pada perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A yang merupakan mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA).
Legal standing Almas kemudian dipertanyakan oleh publik karena dirasa tidak memenuhi syarat sebagaimana dalam Putusan MK Nomor: 006/PUU-III/2005 huruf c yang menyebut bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar (logis) dapat dipastikan akan terjadi
"Pada 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi secara terang telah menggadaikan integritasnya melalui putusan yang menimbulkan kontroversi. Pasal 169 huruf q yang dikategorikan sebagai open legal policy seharusnya bukan menjadi kewenangan MK untuk mengubahnya," terangnya.
BEM FMIPA UNS 2023, Khoirul Umam pun menambahkan dengan berbagai pemberitaan saat ini, dissenting opinion para hakim yang menunjukan inkonsistensi MK dalam mengambil keputusan dan menilai alasan uji materiil penggugat terhadap undang-undang menarik untuk dibahas lebih lanjut bersama pakar-pakarnya.
"Maka dari itu kami mengundang seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat umum untuk hadir," kata Khoirul Umam.
Sebagai informasi diskusi yang dimaksud oleh Vagastya akan mengusung tema 'Ruang Kolaborasi' dan diinisiasi oleh BEM FH UNS, BEM FISIP UNS, dan BEM FMIPA UNS. Kegiatan ini turut mengundang seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat umum untuk hadir pada Senin, 23 Oktober 2023 di Bento Kopi UNS pukul 15.00 WIB.
(ega/ega)