Perjuangan Warga Paranggupito Wonogiri 'Berburu' Air di Musim Kemarau

Perjuangan Warga Paranggupito Wonogiri 'Berburu' Air di Musim Kemarau

Muhammad Aris Munandar - detikJateng
Kamis, 19 Okt 2023 12:11 WIB
Warga Pelem Gunturharjo Paranggupito Wonogiri saat mengangsu air.
Warga Pelem Gunturharjo Paranggupito Wonogiri saat mengangsu air. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng
Wonogiri -

Sebagian masyarakat Wonogiri wilayah selatan masih menggunakan cara lama untuk mendapatkan air bersih setiap musim kemarau. Mereka mengangsu atau menimba air di sumber mata air lalu dibawa pulang dengan berjalan kaki dan digendong.

Selama ini Wonogiri selatan dikenal sebagai daerah yang sulit mendapatkan air bersih. Sebagian mereka masih mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan saat kemarau, mereka harus membeli air dari truk tangki.

Salah satu daerah yang warganya masih mengangsu di sumber mata air adalah di Dusun Pelem Desa Gunturharjo Kecamatan Paranggupito. Mereka mengangsu di sumber air di dusunnya yang bernama Sumber Karmo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pantauan detikJateng pada Rabu (18/10/2023) sekitar pukul 09.30 WIB, ada empat orang ibu-ibu yang sebagian besar sudah sepuh berada di Sumber Karmo. Berbagai aktivitas dilakukan oleh ibu-ibu itu di sumber air yang berada di samping jalan desa.

Mulai dari mengisi jeriken dari sumber air, menimba air dari bak air hingga mencuci. Selain jeriken, mereka juga menggunakan galon bekas air mineral untuk mengisi air.

ADVERTISEMENT

Setelah jeriken-jeriken terisi air penuh, mereka satu persatu pulang ke rumah. Dua ibu yang sudah lanjut usia menggendong jeriken itu menggunakan jarik. Sambil jalan kaki, mereka membawa cucian yang dimasukkan ke dalam ember.

Sementara itu, seorang ibu paruh baya menganggkat dua jeriken menggunakan pikulan. Kemudian jeriken itu ditaruh di sepeda motornya bagian belakang.

Salah satu warga Pelem yang masih mengangsu di Sumber Karmo adalah Sarinah (63). Menurutnya, Sumber Karmo adalah sumber air pilihan yang mempunyai kualitas yang bagus.

"Mau musim hujan atau kemarau ya tetap mengangsu di sumber ini. Karena ini air bagus, pilihan," kata dia kepada wartawan, Rabu.

Warga Pelem Gunturharjo Paranggupito Wonogiri saat mengangsu air.Warga Pelem Gunturharjo Paranggupito Wonogiri saat mengangsu air. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng

Ia mengatakan, selama ini dirinya dan warga lain di Pelem masih mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Air hujan ditampung di sebuah bak dan dimanfaatkan.

Saat kemarau, Sarinah membeli air dari truk tangki. Harga air satu truk tangki sebesar Rp 150.000. Pada musim kemarau tahun ini ia sudah membeli tiga kali air dari truk tangki.

Dan pastinya ia masih akan membeli lagi karena stok sudah hampir habis. Menurutnya, ia menghabiskan air dari tiga truk tangki termasuk kategori irit.

"Kalau air hujan dan tangki itu untuk mencuci dan mandi. Kalau untuk minum dan masak ya dari sumber ini, karena lebih bersih," kata Sarinah.

Warga Pelem lain, Wijiati mengatakan saat musim kemarau ini debit air di Sumber Karmo menurun. Ia dan warga lain harus bersabar saat mengisi air di jeriken.

"Biasanya kalau mongso kelimo mati, ini tes-tes (aliran air). Ini sudah masuk mongso kalimo, insyaallah tidak mati," kata dia.

Saat musim kemarau seperti ini, menurutnya, justru penggunaan air bertambah. Selain untuk keluarga, kebutuhan air juga diperlukan untuk hewan peliharaan.

"Seperti ini (kemarau) lembu (sapi) butuh air banyak lebih karena panas. Sehari bisa lima jeriken," kata dia.

Wijiati dan ibu-ibu lain di Dusun Pelam setiap hari mengangsu air. Jarak sumber air dengan rumah warga bervariasi. Namun tidak ada yang lebih dari satu kilometer.

Ada warga dusun sebelah, Dusun Petir yang juga mengangsu air di Sumber Karmo. Jaraknya sekitar satu kilometer.

"Kalau jumlah jerikennya beda-beda. Ada yang dua sampai empat jeriken sehari. Bolak-balik mengambilnya," ungkapnya.

Wijiati menuturkan Sumber Karmo sudah menjadi sumber air utama sejak dulu. Sejak ia kecil, sumber itu sudah ada dan hingga sekarang masih dimanfaatkan.

"Kalau sehari-hari ibu-ibu di sini pekerjaannya ya tani. Dan ada yang membuat gendis jawi (gula jawa)," kata Wijiati.




(cln/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads