Informasi berikut ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Aksi bunuh diri yang dilakukan dua mahasiswi di Kota Semarang terjadi dalam dua hari berturut-turut. Psikolog mengingatkan potensi copycat suicide atau suicide contagion dalam rentetan peristiwa itu.Apa itu?
Untuk diketahui pada hari Selasa (10/10) lalu, tepat di Hari Kesehatan Mental Dunia, warga Semarang dihebohkan adanya mahasiswi yang melompat dari lantai empat Mal Paragon. Korban berinisial N (20) tergeletak tidak bernyawa di jalur keluar parkiran yang ada di luar gedung. Polisi mendapat laporan sekitar pukul 17.20 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya itu pas Hari Kesehatan Mental Dunia," Kepala Bagian Psikologi (PSI) Biro SDM Polda Jateng, AKBP Novian Susilo di kantornya, Kamis (12/10/2023).
N diduga bunuh diri dalam peristiwa itu. Di antara barang-barangnya ada sepucuk surat yang ditujukan untuk ibunya. Dia meminta maaf karena tidak kuat menjalani hidup dan minta didoakan.
Selang satu hari, Rabu (11/10) malam di kawasan Bulusan, Kecamatan Tembalang Semarang, seorang mahasiswi berinisial E (24) ditemukan tidak bernyawa di dalam kamar kos. Belum diketahui bagaimana E mengakhiri hidupnya, tapi dia meninggalkan beberapa lembar surat.
Surat-surat tersebut ditujukan untuk keluarganya, kekasihnya, dan orang yang diduga berada di tempatnya bekerja. Diduga permasalahan di pekerjaan juga menjadi salah satu pemicu E diduga nekat mengakhiri hidupnya.
Penjelasan Psikolog
Dekan Fakultas Psikologi UKSW Ari Aryanti Kristianingsih mengatakan aksi bunuh diri seseorang bisa dari faktor internal dan eksternal. Untuk internal antara lain karakteristik kepribadian untuk menyelesaikan masalah. Hal ini biasanya dibentuk oleh keluarga.
"Eksternalnya, sosial supportnya seperti apa, punya teman tidak, kalau ada persoalan, ada yang bisa bantu tidak. Karena bunuh diri seperti jadi satu-satunya jalan menyelesaikan masalah," kata Kris saat ditemui di Kantor Psikologi Biro SDM Polda Jateng, Gajahmungkur, Semarang, Kamis (12/10).
Faktor yang menekan orang yang berpotensi bunuh diri cukup beragam antara lain stres karena masalah finansial, keluarga, pasangan, atau untuk mahasiswa bisa ada masalah di kampusnya. Namun orang yang bunuh diri bisanya diawali dengan niat dan menunjukkan ciri-ciri perubahan sikap sehingga orang terdekat harus cukup perhatian.
"Bunuh diri biasanya ada indikator niat, diawali unsur niat, tidak cuma trial and error atau coba-coba. Bunuh diri atau tidak terlihat pada indikator niatnya, misal ada persiapan khusus untuk kematian tidak, apakah ada ekspresi perpisahan misal menulis surat. Dari riwayat ada ekspresi putus asa atau tidak. Tekanan emosional yang dihadapi, peristiwa yang menjadi pemicu mengambil keputusan. Atau ada rasa sakit yang tidak bisa ditahan," jelas Kris.
Sementara itu Novan menyebut terkait usia dan gender, dari penelitian yang ada usia muda banyak yang masih pada masa mencari jatidiri. Selain itu perempuan memang lebih berpotensi depresi.
"Wanita potensi depresinya tinggi. Tergantung dukungan lingkungan. Kalau tidak ada keluarga, tidak pernah ngobrol. Ya susah," ujar Novan.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya....
Copycat Suicide
Kemudian ketika muncul kabar di media sosial atau berita di media tentang bunuh diri bahkan dijelaskan detail caranya, hal itu bisa saja memicu copycat suicide atau suicide contagion atau meniru.
"Di Psikologi itu ada copycat, perilaku meniru. Seperti cara menyelesaikan masalah," ujar Novan.
"Tapi agak susah mengontrol medsos. Misal ada yang kirim video vulgar proses kejadian dengan detail caranya disebarluaskan. Dia rentan dapat info jadi menguatkan (niat bunuh diri). Peran media juga cukup besar, tolong sampaikan secara bijak jangan sampai ditiru," imbuh Kris.
Lingkungan yang supportif sangat diperlukan bagi orang-orang depresi. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu mengatakan layanan konsultasi di masyarakat bisa dimanfaatkan jika memang tidak ada keluarga atau teman dekat.
"Misal di kampus, itu ada layanan konseling. Manfaatkan itu, cari solusi. Atau minimal mengeluarkan unek-unek," kata Satake di Mapolda Jateng.