Kualitas udara Jakarta di malam hari jauh lebih buruk dan tidak sehat. Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), A Fachri Radjab mengatakan kondisi ini dipengaruhi oleh lapisan inversi.
Dilansir detikNews, Senin (28/8). Fachri menyebut konsentrasi particulate matter (PM) 2,5 relatif lebih tinggi menjelang pagi.
"Kalau kita lihat siklus harian, PM 2,5 memang dalam siklus harian konsentrasi cenderung lebih tinggi pada malam hari. Malam hari itu relatif lebih tinggi hingga menjelang pagi," kata Fachri dalam sambutannya di acara Diskusi Publik Quick Response Penanganan Kualitas Udara Jakarta di Hotel Shangri-La, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023), dikutip dari detikNews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian di pagi juga seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, konsentrasi PM 2,5 juga meningkat juga," ucap dia.
Fachri menjelaskan, buruknya kualitas udara itu dipengaruhi oleh lapisan inversi. Dia mengatakan ketebalan lapisan inversi saat malam hari mengecil sehingga konsentrasi PM 2,5 semakin tinggi.
"Polutan ataupun partikel yang menyebabkan polusi itu kontributor kenapa cenderung tingginya di malam hari itu karena adanya yang kita sebut lapisan inversi, itu lapisan pembalik," kata dia.
Fachri menerangkan partikel polusi tersebut berkumpul dan 'terjebak' di lapisan inversi. Kondisi itu juga yang menyebabkan langit di Jakarta tampak 'keruh' karena banyak polusi terjebak di lapisan inversi.
"Kalau kita kenal suhu makin tinggi tempat makin dingin ya, tapi pada ketinggian tertentu dia akan tetap stabil suhunya, dia tidak turun, itu yang disebut lapisan inversi. Pada lapisan inilah polutan-polutan itu berkumpul. Ketika malam hari ketebalan lapisan inversi itu mengecil sehingga konsentrasinya akan semakin tinggi," ujarnya.
Diketahui, Pemprov DKI mengambil sejumlah langkah untuk menangani polusi, seperti menggencarkan uji emisi, memberlakukan WFH 50% untuk ASN DKI, meningkatkan penanaman pohon, hingga menyemprotkan air di jalan protokol.
(dil/ams)