Leganya 2 Warga Purworejo Bisa Pulang Usai Dipaksa Jadi Scammer di Myanmar

Leganya 2 Warga Purworejo Bisa Pulang Usai Dipaksa Jadi Scammer di Myanmar

Rinto Heksantoro - detikJateng
Selasa, 22 Agu 2023 21:18 WIB
Korban TPPO asal Purworejo diperiksa di Polsek Kota Purworejo, Selasa (22/8/2023).
Korban TPPO asal Purworejo diperiksa di Polsek Kota Purworejo, Selasa (22/8/2023). (Foto: Rinto Heksantoro/detikJateng)
Purworejo -

Dua korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) asal Purworejo akhirnya bisa kembali ke rumah setelah lima bulan dipaksa bekerja sebagai scammer di Myanmar. Mereka mengaku tak digaji, disiksa, bahkan diancam dibunuh.

Untuk diketahui, scammer adalah seseorang yang melakukan penipuan melalui internet atau media lainnya dengan memanfaatkan kepercayaan calon korban dan mengambil uang atau informasi pribadi mereka secara ilegal. Sebelum dijadikan scammer, korban ADJ (31) dan TT (31) warga Kecamatan Pituruh, dijanjikan akan menjadi customer service sebuah rumah makan.

Pengacara korban, Agus Triatmoko, menuturkan awalnya para korban dikenalkan oleh temannya kepada pelaku karena bisa memberikan pekerjaan yang menjanjikan di luar negeri. Setelah tertarik dengan gaji dan pekerjaan yang dijanjikan, tanpa berpikir panjang mereka pun akhirnya berangkat ke Myanmar melalui Thailand.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berangkat dari Purworejo malam tahun baru 2023 kemarin lewat stasiun Kutoarjo turus di Jakarta terus ke Myanmar. Jadi awalnya kan wawancara (dengan pelaku) via zoom. Nggak lewat PJTKI, personal. Dijanjikan jadi customer service, namun ternyata setelah tiba di Myanmar korban dijadikan scammer," kata Agus saat ditemui detikJateng di Polsek Kota Purworejo, Selasa (22/8/2023) sore.

Sementara itu, korban ADJ yang didampingi Agus Triatmoko menuturkan pengalaman pahitnya selama lima bulan sebelum akhirnya bisa pulang ke Purworejo pertengahan Agustus 2023 ini. Di tempat kerja di Myanmar, dengan sangat terpaksa ia berpura-pura kerja di depan komputer agar tidak disiksa.

ADVERTISEMENT

"Jadi kita kerja sebagai scammer pakai komputer, kita cari korban itu dari negara Amerika dan Kanada," ucapnya.

Selama jadi scammer di kantor yang terletak di Kota Myawaddy itu, ia mendapatkan perintah untuk berperan sebagai wanita Asia. Dengan menyusup ke aplikasi kencan online dan pencarian jodoh, ia harus mampu mencari korban yang akan berinvestasi.

"Kita berpura-pura sebagai wanita Asia pakai foto sudah disediakan sama sana. Itu modusnya berkedok investasi crypto. Kita cari korban lewatnya kayak aplikasi kencan dan pencari jodoh. Saya di sana lima bulan. Situasi karena di sana sedang konflik jadi penjagaan sangat ketat, tiap hari ada militer patroli," imbuhnya.

Ia menyebut, jika tidak mau kerja atau tidak target, maka akan disiksa. Karena tak bisa bekerja dengan cara seperti itu, alhasil ia pun kerap mendapatkan siksaan.

"Kalau nggak mau kerja kita diancam, dibawa ke pos militer dan di sana ada penyiksaan. Kalau nggak target disuruh push up sama lari, targetnya sehari tiga orang. Saya nggak target karena saya memang nggak mau kerja seperti itu," sebutnya.

Kisah pilu itu juga diceritakan oleh TT yang dulu mendaftar bersama ADJ. Tiga bulan pertama mereka mendapat gaji meski pun jauh dari jumlah yang dijanjikan. Setelah itu, mereka tidak digaji sama sekali.

"Gaji nggak nerima, karena saya nggak kerja di sana saya nggak mau kerja seperti itu. Tiga bulan pertama sempat nerima gaji tapi tidak sesuai yang dijanjikan. Perjanjian awal gaji itu Rp 15 juta sampai Rp 25 juta, tapi hanya nerima Rp 6 juta. Setelah itu nggak gajian karena saya nggak bisa cari korban untuk ditipu," tuturnya.

TT menjelaskan modus yang harus dijalankan yakni dengan menawarkan investasi crypto kepada para korban. Setelah berhasil menipu para korban, maka aplikasi akan ditutup dan dikunci oleh sindikat yang menaunginya.

"Itu kenalan sama korban, chatingan terus menawarkan investasi crypto. Kalau mereka sudah bayar sudah top up besar langsung ditutup aplikasinya terus dikunci dari sana, itu jaringan besar," paparnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Kini ADJ dan TT bisa bernapas lega lantaran sudah bisa bebas dari cengkeraman mafia di Myanmar. Sebelumnya, mereka mencari cara agar bisa keluar dari tempat yang selalu dijaga ketat itu termasuk melaporkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) secara diam-diam.

"Itu saya bisa bebas awalnya saya report ke KBRI, saya WA saya cari nomornya di internet. Kalau sampai ketahuan saya report ya pasti dihajar habis-habisan, laporannya ya sembunyi-sembunyi," jelasnya.

"Kebetulan kan memang sebelumnya kan banyak kasus yang laporan ke KBRI sudah viral juga di media kan, terus sebelum kami juga sudah ada tapi tidak seheboh yang dulu. Kemudian kasus kami ini. KBRI koordinasi sama militer sana, terus kami dijemput sama militer terus diserahkan ke imigrasi sama kepolisian Myanmar sana," sambungnya.

Meski diancam akan dibunuh jika melapor atau melawan, namun ia tetap nekat mencari cara agar tetap bisa melapor ke KBRI hingga akhirnya lolos. Pengalaman selama lima bulan itu, menjadi pengalaman pahit yang tidak pernah bisa dilupakan seumur hidup.

"Mereka juga sebelumnya ngancam, kalau ada yang laporan ada yang melawan maka akan ditembak mati di sana. Ya di sana pengalamannya nggak enak semua lah," kenangnya.

Kasat Reskrim Polres Purworejo, AKP Andre Birawa mengungkapkan, kasus tersebut masih terus didalami oleh pihak kepolisian dan dalam penanganan Satgas TPPO Polres Purworejo. Pihaknya menyebut jika identitas pelaku TPPO sudah dikantongi dan akan segera ditindak lanjuti.

"Jadi ada seorang terduga (pelaku) ada tawaran (kepada korban) akan dipekerjakan sebagai customer service, namun setelah sampai di Thailand cuma transit setelah itu ke Myanmar dijadikan scammer. Laporan sudah ada, masih dalam penyelidikan juga. Terduga (pelaku) masih di Myanmar tetap kita pantau, orang Indonesia, dugaannya dia hanya sebagai pencari pekerja, setelah dapat baru dikomunikasikan dengan sindikatnya baru dikirim ke Myanmar," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(aku/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads