Seorang pemuda di Brebes, Ahmad Faiq Mubaroq (20) terpaksa putus sekolah karena mengaku minder sering ditagih uang sumbangan pengembangan pendidikan (SPP). Faiq akhirnya harus drop out (DO) dan mengisi kegiatannya dengan berjualan gorengan.
Faiq lahir dari keluarga terbilang miskin. Sehari-hari ibunya Mar'atun Azizah (39) berjualan gorengan untuk mencari nafkah, sedangkan ayahnya Untung Makmuri (45) pergi merantau. Selama menjadi pelajar di Madrasah Aliyah Negeri 1 Brebes, Faiq mengaku sering menunggak SPP.
Dia akhirnya memilih putus sekolah beberapa bulan jelang ujian kelulusan. Dia mantap tidak melanjutkan pendidikan pada Desember 2022 silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keluar karena malu, takut, takut dimarahi karena sering nunggak iuran sekolah. Bahkan uang gedung juga belum dilunasi sampai sekarang," ungkap Faiq saat ditemui di rumah kontrakannya Desa Bulusari, Kecamatan Bulakamba, Brebes, Rabu (2/8/2023).
Selama di sekolah, Faiq mengaku sering mengalami diskriminasi karena menunggak SPP. Terlebih saat ujian, dia merasa dibedakan dengan teman-temannya karena menggunakan kartu sementara.
"Pernah ujian di luar kelas, pernah juga saat bel ujian berbunyi, tidak boleh masuk dulu. Baru setelah berjalan 15 menit, saya boleh masuk ikuti ujian," beber sulung dari tiga bersaudara ini.
Dia pun mengaku sering dipanggil guru untuk ditanya pelunasan SPP tersebut. Salah satu hal yang diingatnya adalah saat dia dan teman-teman yang menunggak SPP dipanggil untuk berbaris di hadapan teman sekolahnya.
"Saya merasa malu sering dipanggil. Ditanyai kapan akan melunasi. Saya sering kepikiran karena memang orang tua tidak punya uang," sambung dia.
Selama putus sekolah sekitar enam bulan ini, Faiq sering membantu ibunya berjualan forengan. Dia berkeliling pabrik untuk menawarkan gorengan buatan ibunya.
"Kalau pagi aja jualan bantu-bantu ibu. Bawa gorengan ke pabrik terdekat. Siangnya yang jualan ibu mangkal deket rumah," tutur Faiq.
Meski sudah putus sekolah, Faiq mengaku masih ingin bersekolah. Dia berharap bisa melanjutkan sekolah dengan Kejar Paket C.
"Pengin sekolah lagi. Tapi nggak mau di sekolah lama, malu. Penginnya sekolah lagi tapi bisa sambil kerja seperti kejar paket," kata Faiq.
Selengkapnya di halaman berikut.
Hal senada disampaikan ibu Faiq, Azizah. Dia mengaku sempat mengajukan keringanan ke sekolah namun tetap diminta untuk melunasi tunggakan.
"Dari mana uangnya. Buat makan aja susah. Bayar kontrakan juga bingung," ujar Azizah.
Ketika ditanya rincian tunggakan anaknya, Azizah mengaku lupa. Tunggakan itu di antaranya iuran gedung waktu kelas 1 ditambah SPP Rp 120 ribu tiap bulan.
"Mungkin sekitar Rp 2 jutaan. Tapi lupa berapa persisnya," jelas Azizah.
Dia menyebut selama anaknya putus sekolah, pihak MAN 1 Brebes disebut tak pernah menengok anaknya.
"Dari pihak sekolah tidak pernah datang. Pernah sekali guru ke rumah hanya waktu kelas 1 saat baru masuk sekolah," kata ibu tiga anak ini.
Konfirmasi Sekolah
Saat dimintai konfirmasi, Guru BK MAN 1 Brebes, Gusti Purwaningrum menegaskan tidak ada tindakan diskriminasi terhadap anak didiknya. Mewakili MAN 1 Brebes, Ningrum membantah telah memberi perlakuan berbeda terhadap siswa yang menunggak uang sekolah.
"Kita guru-guru di sini ada toleransinya, yang seperti itu kami usahakan ada bantuan KIP, Gerakan Guru Asuh. Jadi semuanya yang tidak betul," tegas Ningrum.
Menurut dia, bila ditemukan siswa menemui masalah yang membuatnya tidak berangkat belajar, pihak sekolah akan melakukan home visit. Termasuk bila ada siswa yang menunggak uang bulanan sekolah, akan ditinjau rumah dan keluarganya.
"Kalau ini ada masalah dengan murid, kita visit ke rumah kemudian kita menghadap ke kepala sekolah untuk memberikan solusi. Kalau visit ke ke Faiq terahir 2022," pungkas Ningrum.