Kisah Warga Jabungan Semarang Antre Air di Masjid Meski Tak Kekeringan

Afzal Nur Iman - detikJateng
Jumat, 30 Jun 2023 14:51 WIB
Warga Jabungan Semarang berjalan kaki mengambil air di Masjid Al Hidayah, Senin (27/6/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng
Semarang -

Warga RW 3 Kelurahan Jabungan, Semarang, terbiasa berjalan kaki mengambil air baku atau air untuk keperluan konsumsi di Masjid Al Hidayah. Hal itu telah dilakukan bertahun-tahun karena air sumur di rumah mereka dinilai tak layak dikonsumsi.

detikJateng sempat mengunjungi lokasi tersebut pada Senin (27/6) sore. Saat itu dua ibu-ibu terlihat mengambil air di Masjid Al Hidayah meski hari hampir petang. Keduanya menggendong galon dan jeriken.

Ketua RT 03 RW 03 Kelurahan Jabungan, Gunadi mengatakan sudah sejak lama warganya mengambil air dari Masjid Al Hidayah untuk keperluan konsumsi. Bukan karena wilayahnya kekeringan, tapi karena air dari masjid itu disebut berasal dari pegunungan.

"Kalau kekeringan sebenarnya itu nggak, di sini kan ada air cuma nggak layak konsumsi. Kalau konsumsi kan air dari gunung, itu sudah lama," kata Gunadi saat ditemui di rumahnya.

Namun pada musim kemarau seperti akhir-akhir ini, aliran air di Masjid Al Hidayah itu sangat kecil. Walhasil, warga pun harus mengantre sehingga terkesan seperti warga yang mengalami kekeringan.

"Tergantung ngalirnya, kalau ngalirnya besar ya cepat. Biasanya pagi ngantrenya, tapi ya kadang siang, sore, nggak tentu," ujar Gunadi.

Ditemui terpisah, Ketua RW 03 Karyitno menyebut warga telah terbiasa mengambil air di Masjid Al Hidayah sejak awal tahun 2000. Warga mulai mengetahui air di sumur rumah mereka tak layak konsumsi saat Karyitno memberanikan diri untuk mengetes air sumur itu ke laboratorium.

"Pertama saya ambil air itu sekitar tahun 2000. Kalau dulu malah ke kali (sungai) ngambilnya, kali itu kalau kemarau gini dibikin galian di pinggir-pinggir itu, saya nggak tahu itu layak konsumsi atau nggak tapi ngambilnya itu," kata Karyitno saat ditemui di rumahnya.

Dia membawa sampel air sumurnya ke laboratorium setelah curiga melihat kerak di panci yang biasa digunakan untuk merebus air.

"Anak saya dulu setiap pagi (mandi) pakai air hangat, lama-lama pancinya berkerak. Saya (bawa ke) lab ternyata airnya memang tidak layak konsumsi. Katanya kadar kapurnya atau kadar garamnya terlalu tinggi," jelasnya.

Menurut Karyitno, efek jangka panjang mengonsumsi air tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal.

Dia lalu menunjukkan hasil pengujian air berkop Dinas Kesehatan Kota Semarang UPTD Laboratorium Kesehatan, tertanggal 14 Maret 2023. Di sana tertulis sampel diambil oleh petugas Puskesmas Padangsari di RT 03 RW 03 Kelurahan Jabungan pada 6 Maret 2023.

Hasil pengujian airnya ada di halaman selanjutnya.




(dil/rih)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork