Kemarau, Warga Kubangsari Brebes Terpaksa Konsumsi Air Keruh Saluran Irigasi

Kemarau, Warga Kubangsari Brebes Terpaksa Konsumsi Air Keruh Saluran Irigasi

Imam Suripto - detikJateng
Senin, 26 Jun 2023 19:29 WIB
Warga menampung air keruh hasil serapan saluran irigasi di Brebes, Senin (26/6/2023).
Warga menampung air keruh hasil serapan saluran irigasi di Brebes, Senin (26/6/2023). (Foto: Imam Suripto/detikJateng)
Brebes -

Warga Dusun Wangon, Desa Kubangsari, Ketanggungan, Brebes, mengalami krisis air bersih akibat musim kemarau. Sumber mata air yang ada debitnya sudah mulai menyusut hingga mereka terpaksa menggunakan air pasokan dari irigasi yang keruh.

Dusun Wangon adalah sebuah daerah yang tidak memiliki sumber air. Hampir semua rumah di dusun ini tidak memiliki sumur.

Erik Setiawan, perangkat Desa Kubangsari mengatakan untuk keperluan konsumsi dan mandi, mereka mengandalkan kiriman air dari sumur bor yang berada di luar desa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jarak antara Dusun Wangon dan lokasi sumur lebih dari 2 km. Air dari sumur itu kemudian disalurkan melalui pipa-pipa panjang hingga ke rumah rumah warga.

Pada musim hujan, warga memanfaatkan air hujan untuk semua keperluan harian, baik cuci, mandi dan konsumsi. Usai tak ada hujan, warga tinggal mengandalkan air dari sumber luar desa yang letaknya jauh.

ADVERTISEMENT
Warga menampung air keruh hasil serapan saluran irigasi di Brebes, Senin (26/6/2023).Warga menampung air keruh hasil serapan saluran irigasi di Brebes, Senin (26/6/2023). Foto: Imam Suripto/detikJateng

"Satu dusun di Desa Kubangsari, Dusun Wangon memang tidak ada sumber air sama sekali. Makanya mereka mengandalkan hujan yang ditampung dan air kiriman dari sumber di luar desa yang jauh," ungkap Erik ditemui di Balai Warga Dusun Wangon, Senin (26/6/2023).

Saat kemarau, lanjut Erik, selalu menghadapi masalah air bersih. Pasokan dari sumur bor menyusut karena debitnya makin kecil.

Bikin Serapan Air Irigasi

Untuk memenuhi kebutuhan warga, dibuat lagi instalasi air resapan yang menggunakan air irigasi. Namun, kata Erik, pasokan dari irigasi sering dikeluhkan warga karena keruh.

Air resapan ini pun debitnya tidak menentu tergantung ketersediaan dari sumber irigasi. Bila irigasi susut, pasokan ikut berkurang.

"Memang ada beberapa sumber, tapi kalau kemarau debitnya mengecil. Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar 2.000 orang. Sehingga dibuat lagi air resapan dari sumber irigasi. Cuma airnya keruh banyak kotoran dan harus diendapkan 3 hari baru bisa diminum," ungkap perangkat desa ini.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Selama musim kemarau, lanjut dia, warga lebih banyak mendapat pasokan dari irigasi. Karena itulah, tidak sedikit warga lebih memilih membeli air dari pedagang keliling.

"Kalau orang golongan mampu banyak yang beli dari pedagang keliling. Tapi bagi yang pas pasan lebih suka mengendapkan air yang keruh itu. Karena saat kemarau ini mereka lebih banyak dapat pasokan dari sumber irigasi," Erik menambahkan.

Salah seorang warga, Tarwad (54) mengaku, setiap warga harus membayar untuk dapat air dari instalasi desa. Tiap 1.000 liter atau satu kubik warga dibebani biaya Rp 5.000.

"Dalam sebulan kalau musim kemarau sampai Rp 100 ribu. Tapi kalau pas musim hujan, paling Rp 70 ribu. Satu kubik kita kudu bayar Rp 5.000," aku Tarwad.

Sementara warga lain, Manis (65) menerangkan untuk bisa menggunakan dari instalasi desa perlu diendapkan 3 sampai 5 hari karena keruh. Maka dari itu, di rumah Manis terdapat beberapa buah drum penampungan sebagai wadah air.

"Yang di drum ini kiriman dari irigasi kemarin. Makanya airnya keruh, perlu didiamkan sampai bening baru dipakai. Untuk berjaga jaga, saya pakai 4 drum, biar tidak sampai kehabisan," ucap Manis.

Halaman 2 dari 2
(aku/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads