Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah menyelidiki aduan terkait dugaan kekerasan di kampus pelayaran Semarang. Komnas HAM juga menggandeng Polda Jateng untuk melakukan penyelidikan.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing juga mendatangi langsung LBH Semarang dan melakukan pertemuan dengan korban secara virtual.
"Komnas HAM melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap aduan yang kami terima," katanya di Kantor LBH Semarang, Senin (19/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya juga menyiapkan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.
Selain itu Komnas HAM juga telah bersurat ke Kementerian Perhubungan yang menaungi kampus itu untuk meminta klarifikasi. Namun, surat yang dikirim sejak bulan lalu belum berbalas.
"Belum ada jawaban, kami belum terima dari bulan Mei kami kirimkan permintaan keterangan, sampai hari ini belum kami terima," jelasnya.
Uli juga menyatakan telah melakukan riset kecil terkait aduan tersebut. Hasilnya, ditemukan kekerasan berulang di kampus pelayaran itu.
"Kami melakukan riset kecil gitu kekerasannya berulang tidak hanya terhadap korban ini tapi sebelumnya juga ada," ujarnya.
Dia juga bakal menggandeng Polda Jateng untuk melakukan penyelidikan. Rencananya, Uli akan bertemu Kapolda Jateng, besok.
"Kami koordinasi juga ke kepolisian rencananya kami besok akan ketemu dengan Kapolda," kata dia.
Sebelumnya, seorang taruna kampus pelayaran di Semarang berinisial MG (19) mengadukan kasus kekerasan yang dialaminya selama menempuh pendidikan. Korban mengaku mengalami empat kali kekerasan hingga mendapat luka di bagian kepala dan kencing berdarah.
"Korban itu taruna sekarang angkatan pertama, angkatan 59. Belum tiga bulan masuk sebagai taruna yang bersangkutan sudah mendapat kekerasan tiga kali," ujar pengacara LBH Semarang yang mendampingi keluarga korban, Ignatius Radit saat jumpa pers di Jalan Banowati, Semarang, Rabu (14/6).
Kekerasan disebut dilakukan oleh para senior hingga staf pembina. Kekerasan, disebut menjadi tradisi di kampus tersebut.
Korban juga sempat melaporkan kasus tersebut ke kepolisian. Namun, korban meminta penundaan penyidikan terhadap tujuh orang.
"Kita nggak fokus ke pidananya, kita mau ada pembenahan struktural karena mereka sebenarnya korban juga, sebenarnya kita siap kok memaafkan asal tujuh orang itu siap terbuka membantu kita," ujar Radit.
(ahr/apl)