Candi Ijo merupakan bangunan bersejarah yang berada di perbukitan dan menyuguhkan pemandangan indah. Simak sejarah Candi Ijo yang menjadi warisan budaya Jogja peninggalan kerajaan Mataram Kuno berikut ini.
Jogja merupakan salah satu provinsi yang memiliki sejumlah candi yang dijadikan sebagai destinasi wisata. Candi-candi tersebut di antaranya Candi Prambanan, Candi Sambisari, Candi Ratu Boko, Candi Plaosan, hingga Candi Kalasan.
Selain deretan candi tersebut, terdapat candi yang berada di perbukitan dan memiliki pemandangan alam yang indah yaitu Candi Ijo. Posisinya yang di puncak bukit menjadikan candi ini adalah candi yang letaknya paling tinggi di Jogja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimanakah sejarah Candi Ijo yang disebut sebagai salah satu warisan budaya Jogja? Simak pembahasannya berikut ini.
Sejarah Candi Ijo
Mengutip laman Kemdikbud, Candi Ijo merupakan bangunan pemujaan peninggalan dari zaman Hindu-Budha. Candi Ijo diperkirakan dibangun pada tahun 850-900 Masehi pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan dan Rakai Kayuwangi dari kerajaan Mataram Kuno.
Candi Ijo pertama kali ditemukan oleh H.E. Dorrepaal pada 1886. Candi Ijo kemudian diteliti oleh C.A. Rosemeire yang menemukan tiga buah arca batu serta lingga-yoni di bilik candi induk. Ketiga arca batu tersebut adalah arca Ganesha, arca Siwa, dan sebuah arca tanpa kepala bertangan empat yang satu di antaranya membawa cakra.
Selain Dorrepaal dan Rosemeire, H.L. Heidjie Melville merupakan peneliti yang ikut andil dalam penelitian Candi Ijo dan berhasil membuat gambar tata letak bangunan Candi Ijo.
Dalam penggalian yang dilakukan di sumuran candi induk, ditemukan lembaran emas bertulis, cincin emas, batu merjan, dan sejenis biji-bijian. Lembaran emas bertulis tersebut berhasil dibaca oleh Y.G. de Casparis yang berbunyi 'Pandu Rangga Bhasmaja'.
Pada salah satu prasasti yang ditemukan di atas dinding pintu masuk candi, terdapat tulisan Guywan yang berhasil dibaca oleh Soekarto sebagai 'Bhuyutan' yang berarti pertapaan.
Pada prasasti batu lainnya terdapat 16 buah kalimat yang berupa mantra kutukan yang diulang-ulang dan berbunyi "Om sarwwawinasa, sarwwawinasa".
Tidak terdapat keterangan angka tahun dalam prasasti-prasasti tersebut. Tetapi menurut ilmu paleografis, prasasti-prasasti tersebut diperkirakan berasal dari abad 8 hingga 9 Masehi.
Salah satu prasasti yang ditemukan yaitu Prasasti Poh mengukuhkan penamaan Candi Ijo yang diambil dari nama perbukitan Gumuk Ijo yang menjadi tempat berdirinya Candi Ijo.
Letak Candi Ijo
Secara administratif, Candi Ijo terletak di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Ijo merupakan kompleks percandian yang berada di atas perbukitan.
Kompleks Candi Ijo terdiri atas 17 struktur bangunan yang tersebar pada 11 teras. Teras paling atas merupakan teras yang paling suci dan terdapat Candi Induk berukuran 18,43x18.45 meter dengan tinggi 16 meter.
Di dalam bilik candi induk, terdapat lingga-yoni yang melambangkan Dewa Siwa menyatu dengan Dewi Parwati. Kemudian pada dinding luarnya terdapat relung-relung berisi arca Agastya, arca Ganesha, dan arca Durga.
Di depan candi induk terdapat tiga buah candi perwara yang menghadap ke timur. Selain itu, di teras paling atas kompleks Candi Ijo juga terdapat delapan buah lingga patok yang berada pada masing-masing arah mata angin.
Struktur bangunan lain yang berada di kompleks Candi Ijo antara lain berada di teras kesembilan yang berupa sisa-sisa batur bangunan yang menghadap ke timur. Terdapat pula tiga buah candi dan empat buah batur bangunan serta dua buah prasasti batu di teras kedelapan Candi Ijo.
Upaya Pelestarian Candi Ijo
Penelitian dan pelestarian Candi Ijo mulai dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Dinas Purbakala pada 1958. Pemugaran Candi Ijo dimulai dengan sasaran candi induk yang selesai dilakukan pada 1997 oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada 1998, penelitian Candi Ijo kemudian difokuskan pada tiga buah candi perwara. Pemugaran lanjutan kemudian dilakukan pada tahun 2000 hingga tahun 2003.
Upaya pelestarian Candi Ijo terus dilanjutkan dengan memugar pagar teras XI pada 2005 sampai dengan 2009. Hingga sekarang, pemugaran beberapa struktur di kompleks Candi Ijo terus dilakukan mengingat masih banyaknya temuan struktur yang masih dalam kondisi utuh.
Demikian pembahasan mengenai Candi Ijo warisan budaya Jogja mulai dari sejarah hingga upaya pelestariannya. Semoga bermanfaat, Lur
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ahr/sip)