Hari Pendidikan Nasional diperingati oleh masyarakat Indonesia setiap tanggal 2 Mei. Simak sejarah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan peran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan berikut ini.
Hardiknas merupakan hari besar nasional namun bukan hari libur. Pada peringatan Hardiknas, berbagai kalangan pendidikan biasanya akan melaksanakan upacara bendera yang menjadi momen sakral Hardiknas.
Peringatan Hardiknas tidak bisa dilepaskan dari kehadiran Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Pendidikan Indonesia. Berikut sejarah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan peran Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Dalam catatan buku 'Kumpulan Buklet Hari Bersejarah I' (1994) oleh Ayatrohaedi dkk, penetapan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dilakukan pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 16 Desember 1959 di Jakarta melalui Keppres No. 316 Tahun 1959. Penetapan ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Sedangkan penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional dilakukan berdasarkan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Penetapan ini dilakukan sebagai penghargaan dan untuk mengenang jasa-jasa beliau bagi dunia pendidikan Indonesia.
Oleh karena itu, sejarah Hari Pendidikan Nasional tak bisa dilepaskan dari sosok dan perjuangan Ki Hajar Dewantara, sang pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara
Mengutip situs Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Riau, Ki Hajar Dewantara yang memiliki nama asli R.M. Suwardi Suryaningrat lahir dari keluarga ningrat di Yogyakarta pada 2 Mei 1889.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia mengenyam pendidikan di STOVIA, namun tidak dapat menyelesaikannya karena sakit. Akhirnya, ia bekerja menjadi seorang wartawan di beberapa media surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.
Pada masa kolonialisme Belanda, Ki Hajar Dewantara dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu, yang boleh mengenyam pendidikan hanya anak-anak kelahiran Belanda atau kaum priyayi.
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo. Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai "Tiga Serangkai" yang memiliki peran penting dalam Kebangkitan Nasional.
Peran Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan
Mendirikan Tamansiswa
Setelah kembali ke Indonesia pasca pengasingannya di Belanda, Ki Hajar Dewantara kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922.
Melalui lembaga pendidikan tersebut, banyak anak-anak Indonesia baik dari keluarga mampu hingga keluarga tidak mampu dapat mengenyam pendidikan dan merasakan duduk di bangku sekolah.
Tiga Semboyan Pendidikan
Setelah kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan Indonesia dan dikenal dengan tiga semboyannya yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani.
'Ing Ngarsa Sung Tulada' berarti 'di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik'. 'Ing Madya Mangun Karsa' berarti 'di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide'. Sedangkan 'Tut Wuri Handayani' berarti 'dari belakang, seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan'.
Sampai sekarang, tiga semboyan pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut dikenal secara luas oleh berbagai kalangan pendidikan dan terus digunakan dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia.
Demikian sejarah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang dalam penetapannya tidak bisa lepas dari peran Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Pendidikan Indonesia. Semoga bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sip/sip)