Banyumas Ternyata Sudah Pakai Pelat R Jauh Sebelum RI Merdeka, Ini Kisahnya

Banyumas Ternyata Sudah Pakai Pelat R Jauh Sebelum RI Merdeka, Ini Kisahnya

Anang Firmansyah - detikJateng
Sabtu, 15 Apr 2023 13:21 WIB
Ilustrasi pelat nomor R yang dipakai untuk wilayah eks Karesidenan Banyumas.
Ilustrasi pelat nomor R yang dipakai untuk wilayah eks Karesidenan Banyumas. (Foto: Anang Firmansyah/detikJateng)
Banyumas -

Kendaraan bermotor di wilayah eks Karesidenan Banyumas memiliki pelat nomor berawalan huruf R. Namun tahukah kamu pelat R ini sudah dipakai di Banyumas bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka?

Founder Banyumas History Heritage Community (BHCC) atau Komunitas Pelestari Sejarah dan Warisan Banyumas, Jatmiko Wicaksono memiliki jawaban melalui arsip yang bisa memperkuat alasan mengapa di Kabupaten Banyumas dan sekitarnya menggunakan pelat kendaraan R.

"Ada beberapa daerah itu menggunakan huruf sesuai dengan nama depan, huruf paling depan kotanya di awal-awal. Seperti misalnya B untuk Batavia lalu M Madura," kata Miko saat dihubungi melalui sambungan telepon kepada detikJateng, Rabu (12/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain dari nama kota pada zaman dahulu, penggunaan kode huruf kendaraan juga diambil dari nama infanteri pasukan Inggris yang waktu itu berada di Nusantara sekitar tahun 1800-an.

"Itu ada juga yang mengambil dari nama pasukan infanteri tahun 1811-an kita dijajah Inggris tahun-tahun segitu. Yaitu kavaleri infanteri untuk menduduki daerah-daerah tertentu mereka menggunakan infanteri A, B atau C," terangnya.

ADVERTISEMENT

Miko mengungkapkan tidak semua kota dijajah. Sedangkan untuk wilayah Karesidenan Banyumas sendiri, bukan kota yang harus ditaklukkan menggunakan pasukan infanteri.

"Kalau saya melihat dari Bijblad tambahan lembaran negara (keputusan hasil dari rapat dewan tahun 1921) ikut nomor 1369. Di situ mulai muncul huruf-huruf nomor kendaraan," jelasnya.

"Yang tentunya nomor kendaraan itu berangkatnya dari dibentuknya karesidenan. Karena hanya karesidenan yang memperoleh huruf-huruf nomor kendaraan. Kalau R sendiri memang kebagiannya R. Tidak ada kode khusus berdasarkan arsip yang saya miliki," tambahnya.

Berdasarkan foto yang ia miliki, terdapat arsip pada tahun 1902 yang menunjukkan seseorang menggunakan kendaraan bermotor belum memakai pelat nomor. Lalu dirinya juga menjumpai arsip pada tahun 1925 di wilayah Residen Purwokerto, kendaraan berpelat nomor muncul.

"Kalau saya melihat dari arsip-arsip yang saya miliki ada beberapa foto kendaraan. Yang pertama itu foto orang Belanda namanya J Blackstone mengendarai sepeda motor yang belum memakai pelat nomor," ujarnya.

"Kemudian foto yang lain ditunjukkan oleh keluarga asisten residen Purwokerto tahun 1925. Asisten residennya namanya Camille Hugo Douwes Dekker. Masih ada hubungannya dengan Douwes Dekker yang Multatuli, tahun 1925 di Banyumas belum pakai nomor pelat kendaraan," sambung dia.

Kendaraan berpelat nomor R mulai muncul 1927. Simak di halaman berikutnya.

Arsip yang dimilikinya, di Banyumas mulai ada kendaraan berpelat nomor pada tahun 1927. Atau dua tahun setelah setelah kendaraan milik Asisten Residen Purwokerto.

"Dua tahun setelah itu muncul pelat nomor di arak-arakan prosesi pemakaman Bupati Mertadiredja. Tanggal 22 Maret 1927. Itu sudah menggunakan pelat R," ungkapnya.

Usai tahun tersebut, sudah banyak arsip yang menunjukkan kendaraan-kendaraan yang ada di Banyumas berpelat nomor. Karena waktu itu yang memiliki kendaraan hanya orang-orang tertentu.

"Seperti misalnya Residen, Asisten Residen, Administratur Pabrik Gula. Kemudian kalau orang pribumi ya misalnya bupati. Orang-orang Tionghoa ya setelah kapten Tionghoa punya (kendaraan)," jelasnya.

Penggunaan pelat R ini termasuk juga untuk wilayah Kabupaten Cilacap, Banjarnegara dan Purbalingga. Karena menurut Miko tiga kabupaten tersebut masuk ke wilayah Karesidenan Banyumas.

"Dahulu kan wilayah karesidenan sebetulnya sudah sangat sempit untuk populasi penduduk yang waktu itu memang belum banyak. Karesidenan kalau untuk ukuran sekarang ya mungkin setara kecamatan malah jumlah populasinya. Itu sistem politik pecah belah mereka tidak sampai yang lebih kecil-kecil lagi. Beberapa kabupaten ya masuknya satu karesidenan. Memang sistem karesidenan kemudian dihapuskan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(aku/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads