Pria asal Dusun Cepet Utara, Desa Purwosari, Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo, itu tinggal di PPSDN Penganthi Temanggung sejak 8 Februari 2023. Ia masih ingat hari pertamanya tiba dan bagaimana saat berbaur dengan disabilitas netra lain yang lebih muda.
"Hari pertama saja rasanya anyel (dongkol), hari kedua sudah biasa. (Hari pertama) Waktu berjalan ke toilet itu mau kembali, saya kehilangan konsep, jalan di mana, lupa. Saya berpapasan dengan seseorang, tapi saya tanya diam saja. Itu yang membuat saya (anyel)," kata Mujiono, Kamis (6/4/2023).
"Ya cuma sehari itu saja anyel. Setelah itu senang sekali. Ternyata banyak saudara di sini dan saling menolong. Sangat-sangat saya sukai, tidak pernah saya dapatkan di luar sana," imbuh dia.
Sebelum tinggal di PPSDN Penganthi Temanggung, Mujiono merasa kesepian, seolah dalam kebutaannya, sedunia isinya hanya dia sendiri.
"Ketika sampai di PPSDN Penganthi, alhamdulillah hati saya sangat bahagia. Ternyata saya tidak sendiri. Justru saya melihat dengan mata hati, karena tidak bisa melihat dengan mata. Saya senang sekali dan tambah semangat belajar massage," ujarnya.
"Dulu saya merasa orang paling pinter, ternyata di sini merasa paling bodoh. Saya belajar dari teman-teman. Ukhuwahnya sangat bagus sekali, meskipun setiap hari kadang tabrakan di jalan sampai kepala sakit, nggak ada yang marah, malah tertawa. Itu yang tidak saya dapatkan di luar sana," tutur Mujiono.
Mujiono menceritakan kebutaan yang dia alami bukan bawaan sejak lahir. Namun, akibat kecelakaan kerja pada tahun 2001. Ketika itu dia memasang instalasi kabel listrik, kesetrum hingga jatuh dan tak sadarkan diri.
"(akibat itu) Low vision, terus kebutaan total tahun 2010," pungkasnya.
(dil/ams)