Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret (UNS) ikut ambil suara soal pembekuan Majelis Wali Amanat (MWA) serta pembatalan hasil pemilihan rektor di UNS. Mereka menganggap kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) itu tidak lazim.
Adapun kebijakan untuk membekukan MWA serta membatalkan hasil pemilihan rektor itu dikeluarkan dalam bentuk peraturan menteri.
"Kita pengin melihat terlebih dahulu, kita kaji terlebih dahulu dari peraturan menteri yang dikeluarkan tersebut," kata Presiden BEM UNS Hilmi Ash Shidiq saat dihubungi wartawan, Selasa (4/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, dia menganggap ada yang tidak lazim dalam peraturan menteri tersebut. Sebab, biasanya peraturan menteri berisi mengenai regulasi, bukan penetapan.
"Saya merasa di peraturan menteri ini sendiri ada suatu hal yang agak gagal paham, karena di sini judulnya peraturan menteri. Peraturan menteri itu seharusnya kalau dalam hukum menghasilkan regulasi," ujarnya.
"Tapi ketika membaca draft nya berisikan ketetapan, memutuskan itu seharusnya muatannya penetapan dikeluarkan melalui keputusan menteri," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, Mendikbud Ristek telah mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 24 Tahun 2023 yang diundangkan di Jakarta pada 31 Maret 2023. Permendikbud itu tentang penataan peraturan internal dan organ di lingkungan UNS.
"Di dalam peraturan menteri tersebut ada 3 hal mendasar, ada 5 pasal hal yang cukup krusial. Pertama, pembekuan MWA (Majelis Wali Amanat tahun 2020-2025) UNS mulai tanggal 31 maret 2023," kata Direktur Reputasi Akademik dan Kemahasiswaan UNS, Sutanto kepada wartawan di UNS, Senin (3/4/2023).
"Kedua, karena MWA ini organisasi tertinggi di dalam kampus, maka aktivitas, tugas kewenangan, diambil menteri yakni Mendikbud Ristek. Ketiga, Rektor masa bakti 2023 sampai 2028 itu dibatalkan," lanjutnya.
(ahr/aku)