Gersang dan Gundul, Begini Kritisnya Kondisi Pegunungan Kendang Kudus

Gersang dan Gundul, Begini Kritisnya Kondisi Pegunungan Kendang Kudus

Dian Utoro Aji - detikJateng
Selasa, 21 Mar 2023 17:26 WIB
Penanaman kelengkeng di Pegunungan Kendeng, Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Selasa (21/3/2023).
Penanaman kelengkeng di Pegunungan Kendeng, Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Selasa (21/3/2023). (Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng)
Kudus -

Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Muria Kabupaten Kudus menyebut kondisi Pegunungan Kendeng saat ini cukup kritis. Kerusakan paling parah terjadi di daerah Sub Das Landraguna.

"Memang saat ini di Pegunungan Kendeng yang paling rusak di daerah Sub Das Landraguna petak 4, paling parah petak 14 dan 15," kata Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Muria, Hendy Hendro kepada wartawan ditemui di Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Selasa (21/3/2023).

Hendy menjelaskan kondisi Pegunungan Kendeng gersang dan gundul. Hal tersebut, kata dia, sebagai penyebab terjadinya banjir di wilayah Kudus dan sekitarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di sana gersang, gundul, karena ditanami tanaman semusim saja, jagung. Tidak ada kombinasi pertanian dan kehutanan," jelas Hendy.

Oleh karena itu, kata dia perlu adanya penghijauan kembali. Forum DAS Muria pun menginisiasi penanaman seribu tanaman kelengkeng di Pegunungan Kendeng. Tanaman kelengkeng menurutnya mudah menyerap air.

ADVERTISEMENT

"Kami memilih kelengkeng, karena kita bisa lihat yang hijau-hijau itu bekas penanaman tahun 2018, ada mangga, jambu, ada alpukat. Namun yang paling bagus adalah kelengkeng, sehingga daerah sini paling cocok, dan nanti bisa menjadi desa kelengkeng," Hendy melanjutkan.

Ditemui di kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto mengatakan kondisi tutupan lahan di Pegunungan Kendeng sangat kurang. Widi mendorong Perhutani dan masyarakat membutuhkan tanaman keras tidak hanya semusim.

"Kondisinya tutupan lahan sangat kurang, sehingga kami mendorong kepada Perhutani dan juga masyarakat yang mengelola tetap membutuhkan tanaman keras, seperti buah-buahan atau tanaman hutan agar bisa menyerap air, sehingga air itu tidak langsung mengalir," jelas Widi ditemui di lokasi.

Widi mengajak seluruh komponen masyarakat melakukan pergerakan penghijauan. Rencana daerah lainnya juga akan dilakukan penanaman kembali.




(aku/dil)


Hide Ads