Menteri Sosial Tri Rismaharini mendadak bersujud ke salah satu pengajar SLB Negeri A Pajajaran Kota Bandung. Hal itu dilakukan Risma usai diprotes soal hibah lahan dengan staf pengajar di SLB tersebut.
Dilansir detikJabar, Selasa (21/2/2023), peristiwa itu terjadi di SLBN A Pajajaran. Sebelumnya, Risma datang untuk memberikan bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial kepada penerima manfaat di Balai Wyata Guna di Jl Pajajaran, Kota Bandung.
Setibanya di Balai Wyata Guna, Risma sempat sarapan di kafe yang dikelola penyandang disabilitas. Dia juga sempat melihat koleksi tanaman hias yang dijual penyandang disabilitas.
Setelahnya, Risma langsung menuju ke SLB Neteri A Pajajaran Kota Bandung. Saat itu, sejumlah pengajar termasuk kepala sekolah menghampiri Risma.
Risma pun mengatakan akan melakukan perbaikan di sekolah tersebut dan meminta pengelola Wyata Guna untuk menyediakan bangunan pengganti selama proses pembangunan. Risma berjanji bakal memperbaiki bangunan rusak di SLB itu.
Obrolan Risma dan kepala sekolah terdengar santai. Namun, seketika obrolan mulai memanas ketika ada desakan terkait hibah.
"Terkait itu, waktu itu ibu pernah janji menghibahkan itu," kata salah satu pengajar SLB bernama Tri.
"Pak ini susah, karena tanahnya ini ada di tengah gini, saya enggak bisa. Masalahnya apa? Sama-sama negaranya, makanya tadi yang penting saya bisa perbaiki, ini cafe ini juga kita bangun untuk disabilitas," ungkap Risma.
Emosi Risma mulai terpancing, tatkala ada seorang pengajar membisiki Tri yang merupakan penyandang tunanetra.
"Tolong pak jangan bisik-bisik, ngomong aja langsung ke saya," kata Risma.
"Kita tidak bisa membangun bu," tambah pengajar bernama Tri.
"Kita bangunkan, apa masalahnya? Tolong jangan gitu, bapak ngmong saja ke saya, bapak jangan gitu, saya paling benci, ngmong ke saya," ujar Risma.
"Saya tambahkan (ruang kelas), ini dibangun sebelum saya, ini dibangun untuk anak-anak disabilitas (keberadaan kafe dan tempat untuk lapangan kerja) bukan untuk saya," tambah Risma.
Risma meminta pihak sekolah tak hanya memikirkan soal hibah, tapi juga pekerjaan siswa setelah lulus di mana dan bekerja apa. Dia berharap kawasan Wyata Guna itu bisa dimanfaatkan seluruhnya untuk para disabilitas.
Risma pun memberikan penjelasan panjang lebar soal itu. Terdengar ada yang menyanggah Risma, sementara Risma tak bisa berbincang lebih lama karena ada acara lain.
"Kami pikirkan anak-anak," ujar Tri.
"Sama," jawab Risma.
Di sisi lain, ada seorang pengajar perempuan yang juga penyandang tunanetra berbicara di belakang barisan. Dia mengatakan perjuangan yang mereka lakukan bukan untuk kepentingan mereka.
"Kita juga bukan untuk kepentingan pribadi bu," ujar pengajar perempuan itu.
"Makannya bu, kata saya kita berbagi," ujar Risma.
"Tapi tolong direalisasikan," kata pengajar itu.
"Saya sujud," ujar Risma dan langsung sujud ke kaki pengajar itu.
Setelah itu, Risma pun langsung dibangkitkan oleh Staf Kementerian Sosial. Sementara itu, pengajar perempuan itu terus berbicara.
"Jangan begitu ibu," kata pengajar itu.
"Bukan seperti ini maksudnya," tambah pengajar itu sambil menangis.
"Ibu dengerin, tadi saya bilang ini saya disaksikan Gusti Allah," tambah Risma.
Suasana pun kembali memanas ketika Tri kembali berbicara soal hibah. Risma meminta pihak kepala sekolah untuk ikut menjelaskan dan menenangkan suasana.
Namun, pengajar lain terus menuntut Risma dan menyinggung tentang hibah.
"Bu Menteri sama, sama layani masyarakat, begitu pun saya sebagai kepala sekolah," kata kepala sekolah.
Risma melihat suasana semakin tak kondusif, Risma juga meminta pengajar perempuan itu agar tenang.
"Bu saya sudah sujud lho bu, ibu mau saya sujud lagi? Saya gak masalah bu," ujar Risma.
Setelah itu, di barisan belakang kepala sekolah ada lagi pengajar yang menyinggung soal sewa. Risma pun tegaskan, akan langsung diperpanjang.
"Diperpanjang sekarang, sekarang ditandatangani," ujar Risma.
"Pak dengerin saya, anak-anak ini untuk dapat pekerjaan, supaya setelah selesai bisa bekerja sendiri, bukan untuk kepentingan Kementerian Sosial, coba pak lihat itu yang kerja semua anak-anak disabilitas, mereka bisa sekolah tapi kalau nggak bekerja gimana," ujar Risma.
"Tapi pendidikan yang diutamakan bu," sahut pengajar perempuan itu.
Risma pun langsung meninggalkan SLB tersebut karena pembicaraan itu tak ada titik temu. Dia pun bergegas ke Aula Wyata Guna untuk menghadiri acara pemberian bantuan.
Selanjutnya soal tanggapan kepala SLB hingga Risma soal aksi sujud.
(ams/sip)