Ustaz Hanan Attaki menjawab tudingan yang menyebutnya gembong penyebar paham wahabi. Hal ini dia sampaikan usai ramai penolakan kegiatan pengajian di Pamekasan, Madura.
Dikutip dari detikJatim, Minggu (19/2/2023), hal ini disampaikan Ustaz Hanan Attaki dalam video di Channel YouTube Hanan Attaki berjudul DISCLAIMER - menjawab keraguan dengan durasi 48.38 menit. Video itu diunggah, Kamis (16/2).
Pria asal Aceh itu menjelaskan bahwa dirinya tumbuh dan besar di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan istrinya merupakan keluarga kiai NU serta pendiri Cabang NU Tuban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian tuduhan lain, saya dituduh adalah gembong wahabi. Bentar, saya tumbuh dan besar dalam lingkungan kultur kalau di Aceh itu istilahnya itu salafiyah. kalau salafiyah itu di Jawa itu NU, Aswaja. Orang Aceh menyebutnya salafiyah. Salafiyah itu artinya Aswaja, kalau di Jawa. Saya menikah dengan perempuan di Al Azhar (Mesir) juga, belajar di Al Azhar dari Tuban, keluarga kiai, keluarga besar saya di Tuban itu keluarga kiai semua, kiai NU tulen," jelas Hanan dalam videonya seperti yang dilihat detikJatim, Minggu (19/2/2023).
"Bahkan kakek buyut saya itu pendiri organisasi NU cabang Tuban pada masanya. Pertama ada NU di Tuban itu, salah satu pendirinya adalah kakek buyut istri saya. Beliau bernama Kiai Husain, kita nyebutnya Mbah Husain. Yang punya pondok pesantren pertama juga untuk tahfiz Al-Qur'an juga di Tuban, namanya Manbail Fakriyah Alchusainiyah di Jenu, Tuban, itu adalah (pendirinya) kakek buyut istri saya," imbuhnya.
Hanan juga mengungkap almarhum mertuanya merupakan takmir Masjid Asmoroqondi di Palang, Tuban. Nama Asmoroqondi merupakan ayah dari Raden Rahmat yang kemudian dikenal dengan Sunan Ampel.
"Itu juga masjid NU. Dan saya beberapa kali mengisi di kawasan Palang Tuban itu di kawasan Asmoroqondi, termasuk acara sedekah laut. Saya ceramah di sana dalam rangka mauludan sedekah laut, memberikan motivasi kepada anak-anak muda di sana," papar Hanan.
Selama tinggal di Tuban, Hanan juga sempat ikut mendirikan sekolah dengan corak NU milik mantan Bupati Tuban, Fathul Huda. Ia sempat mengajar dan menjadi wakil kepala sekolah tersebut.
Selain itu dia mengaku kerap ikut selawatan, Maulud Nabi bahkan memimpin tahlil. Sehingga dia mempertanyakan terkait tuduhan sebagai gembong wahabi yang biasanya antipati dengan kegiatan yang disebut.
"Saya juga ikut mendirikan dan mengonsep sekolah dengan warna NU tulen di Tuban. Sekarang jadi sekolah terbesar di Tuban, namanya Bina Anak Sholeh yang punyanya mantan Bupati Tuban yaitu Pak Huda. Saya kenal dekat dengan beliau. Saya dulu awal sekolah berdiri saya ikut mengonsep, jadi wakil kepala sekolahnya dan itu sekolah NU," terang Hanan.
"Ketika di Tuban, saya enam bulan di Tuban selain mengajar di Bina Anak Sholeh itu yang saya bentuk itu, saya juga mengisi beberapa kegiatan keagamaan dengan kebiasaan NU. Karena memang saya tumbuh dengan keluarga NU. Ada gak orang wahabi yang mengisi tahlil? saya mengisi tahlil, saya melakukan tahlil untuk keluarga saya sendiri dan saya mengisi tahlil di kampung sehingga saya diundang-undang untuk memimpin tahlilan. Coba bayangin, mana ada orang wahabi mimpin tahlilan, selawatan, mauludan," sambungnya.
Hanan pun menyebut tuduhan yang dialamatkan kepadanya hanya mengada-ada belaka. Meski demikian, ia menganggapnya biasa saja dan tak membalas semua tuduhan tersebut. Sebab ia selalu hormat dengan orang lain meski berbeda pendapat.
"Ini mengada-ada ya, mengatakan saya Wahabi itu mengada-ada sekali. Walaupun saya selalu respect dengan apapun pemahaman teman-teman ada salafi, walaupun saya sering dihujat teman-teman salafi dikatakan ahli bid'ah lah, sesat lah. Saya nggak pernah ngebalas tuh. Karena selalu mengedepankan respect dulu ke orang lain. Biarin saja orang menghina kita nggak akan merendahkan kita kok," pungkas Hanan.
(sip/sip)