Kabid Kebudayaan Disdikbud Boyolali, Biyanto, membenarkan adanya kegiatan penelitian dan kajian di situs batu tulis Wonosegoro itu. Ekskavasi dimulai pada 27 Januari 2023 lalu, sampai selesai.
Kegiatan penelitian dan penyelamatan prasasti sarungga di wilayah lereng Gunung Merbabu Boyolali ini, Disdikbud menggandeng pihak ketiga. Dengan pendampingan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Selain untuk penelitian atau kajian, dalam ekskavasi itu juga untuk penyelamatan situs. Disdikbud akan membuat pelindung prasasti.
"Penyelamatannya seperti apa nanti, kita menunggu rekomendasi setelah ada kajian," kata Biyanto kepada wartawan Senin (30/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai surat pemberitahuan Disdikbud, penelitian situs ini dengan metode ekskavasi. Guna mengetahui ada tidaknya temuan lain di sekitar lokasi situs. Selain itu, Disdikbud melakukan upaya penyelamatan, salah satunya dengan pembuatan rumah pelindung prasasti. Rumah pelindung dibuat dengan bahan baja ringan serta beratap galvalum.
Pamong Budaya Ahli Muda BPCB Jateng, Eri Budiarto, juga membenarkan adanya kegiatan penyelamatan diduga situs yang berada di Dukuh Wonosegoro tersebut. Disdikbud Boyolali telah mengirimkan surat pemberitahuan ke BPCB Jateng untuk pendampingan kegiatan ekskavasi.
"Sampun (sudah) ada surat pemberitahuan untuk pendampingan. Sampai saat ini, permohonan baru di situs itu saja. Pelaksanaan sesuai surat, mulai 27 Januari sampai selesai," kata Eri.
Sementara itu Ketua Boyolali Heritage Society (BHS) Boyolali, Kusworo Rahadyan, menyambut baik upaya Disdikbud Boyolali dalam mengelola beberapa objek potensi cagar budaya yang memang sangat banyak dan terkesan terbengkalai ini. Juga berbagai upaya dalam merespons hasil kajian terdahulu termasuk Situs Tlawong, Watugenuk dan sekarang Prasasti Sarungga.
"Ini adalah hal positif dan perlu kita sengkuyung bersama-sama. Demi kesuksesan dan kelancarannya. Sebagai komunitas atau perkumpulan yang bergerak dalam pelestarian kebudayaan, BHS menempatkan diri sesuai kapasitas kami," kata Kusworo.
Hanya saja, BHS menilai kajian arkeologi dengan penggalian ini terlalu dipaksakan dan bisa jadi akan mengaburkan orisinalitas prasasti. Menurutnya, penggalian di situs prasasti Wonosegoro tidak didahului dengan studi awal. Berupa daya dukung tanah, tata letak dan struktur posisi.
"Jadi seharusnya cukup perlindungan saja. Tapi kewenangan tetap ada di Disdikbud mau diapakan. Yang penting lestari dan bermanfaat," pungkasnya.
(apl/sip)