Ramai Dalem Tumenggungan Dibongkar, LPPS ke Gibran: Jadikan Museum Penyiaran

Ramai Dalem Tumenggungan Dibongkar, LPPS ke Gibran: Jadikan Museum Penyiaran

Agil Triswtiawan Putra - detikJateng
Senin, 16 Jan 2023 13:21 WIB
Dalem Tumenggungan salah satu Bangunan Cagar Budaya di Solo kini rata dengan tanah, Kamis (12/1/2023).
Kondisi kompleks Dalem Tumenggungan di Solo, Kamis (12/1/2023). Foto: Tara Wahyu NV/detikJateng
Solo - Direktur Lembaga Pers dan Penyiaran Surakarta (LPPS), Hari Wiryawan meminta Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka agar menjadikan kompleks Dalem Tumenggungan sebagai museum penyiaran. Hal itu merespons kondisi terkini Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) di Jalan Ronggowarsito, Timuran, Banjarsari, Solo, itu.

"Di dalam pemerhati sejarah penyiaran, kita kaget, membuat kita sedih, dan kecewa. Tapi perkembangan ada informasi mudah-mudahan benar, kalau mau dibuka. Karena tanahnya semakin rendah mau ditinggikan, semoga pemiliknya mau direnovasi tidak dihancurkan," kata Hari saat dihubungi detikJateng, Senin (16/1/2023).

Diketahui, Dalem Tumenggungan kini menarik perhatian publik karena Pendopo Taman Putro Dalem Tumenggungan rata dengan tanah.

Hari melanjutkan, bangunan tersebut dulunya pernah menjadi studio pertama milik bangsa Indonesia pada 1 April 1933 dengan nama Soloche Vereenigin. Pihaknya pernah mengusulkan agar lokasi itu dijadikan museum penyiaran pada 2009. Namun usulan tersebut belum dapat terealisasi hingga saat ini karena kurangnya literasi sejarah bangunan tersebut.

"Sejarah penyiaran itu kan tidak menarik banyak orang, saya sudah mengusulkan ke berbagai pihak, dari KPI Pemprov, dan Pemerintah Pusat, tapi tidak ada tanggapan yang berarti," jelasnya.

Kembali ramainya soal Pendopo Kepatihan itu membuat Hari kembali mengusulkan agar lokasi itu dijadikan museum penyiaran.

"Momentum ini, saya meminta kepada Mas Gibran untuk merealisasi museum penyiaran ini. Kalau Mas Gibran bisa membuat taman Pracima jadi indah, mestinya Mas Gibran bisa membangun museum penyiaran, karena ini sangat bersejarah," ujarnya.

Usulan itu untuk memberikan edukasi kepada generasi penerus soal sejarah penyiaran Indonesia. Sebab, waktu itu bangsa Indonesia sudah modern dengan mengenal teknologi penyiaran menggunakan manajemen penyiaran.

"Dan yang tidak kalah penting, waktu itu kita sudah menggunakan bahasa Indonesia saat melakukan siaran. Menurut sosialisasi bahasa Indonesia itu melalui penyiaran," kata mantan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah itu.

Saat itu, rakyat Indonesia belum begitu fasih berbahasa Indonesia. Selain itu, lahirnya Radio Republik Indonesia (RRI) semakin menggelorakan nasionalisme.

"Kami berharap agar cagar budaya itu tetap dijaga sebagaimana undang-undang yang berlaku. Dan Pemkot Solo mengambil alih renovasi itu, sehingga bermanfaat bagi bangsa dan negara dalam bentuk museum penyiaran," pungkasnya.

Ikuti berita menarik lainnya dari detikJateng di Google News.




(rih/sip)


Hide Ads