Pondok pesantren di Ciamis, Jawa Barat, jadi sorotan dan viral di media sosial, lantaran tradisi Khitbah atau perjodohan antara santri laki-laki dengan perempuan. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pun menanggapi tradisi perjodohan di pesantren tersebut.
Ketua PP Muhammadiyah bidang Pustaka dan Informasi, Prof Dr Dadang Kahmad mengatakan tidak mempermasalahkan tradisi perjodohan di Pesantren tersebut. Asalkan menurutnya, tetap memenuhi syarat sah pernikahan.
"Selama pernikahan tersebut memenuhi syarat dan rukun serta tatacara menurut ajaran agama Islam ya tidak apa," ujar Dadang saat dihubungi detikJateng, Selasa (10/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang perlu dihindari adanya pemaksaan terhadap pihak yang menikah, jika atas dasar suka sama suka dan diberi izin dari walinya atau orang tuanya, no problem," tambahnya.
Selain harus dipastikan tidak ada paksaan dalam perjodohan tersebut, Dadang menilai pernikahan harus sah secara agama dan negara.
"Dan pernikahan tercatat di Kantor Urusan Agama setempat," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, dilansir dari detikJabar, Senin (9/1/2023), video berdurasi 3.47 menit yang diunggah sebuah akun. Dalam video tersebut menampilkan tradisi khitbah atau perjodohan antara santri dengan santriwati yang dilakukan secara massal.
Tradisi yang diperbincangan netizen itu dilakukan sebuah pondok pesantren di Ciamis, Jawa Barat, dan digelar meriah. Ada 5 santriwati dan 5 santri berseragam rapi.
"Agenda rutin pernikahan massal. Kemarin dimulai dengan khitbah secara massal juga," ujar Pimpinan Pesantren Miftahul Huda II Bayasari KH Nonop Hanafi kepada detikJabar, Minggu (8/1).
Acara nampak dipandu seorang kiai dan pasangan santri yang dijodohkan dikelilingi santri lainnya. Santri laki-laki melakoni gimik yakni mengambil gulungan kertas dalam toples yang berisi nama santri perempuan yang akan dijodohkan.
Proses pengundian ini hanya gimik yang bertujuan untuk memeriahkan kegiatan, karena sebelumnya pasangan santri dan santriwati yang hendak menikah massal memang sudah melewati proses perjodohan.
Nonop menerangkan khitbah massal bertujuannya untuk membangun syiar dan menjaga budaya pesantren, yaitu 'tak pacaran, tapi langsung menikah'.
Pada 23 Januari 2023 nanti, ujar KH Nonop Hanafi, ada 10 pasang santri yang akan melaksanakan pernikahan massal. Dia lalu menerangkan rencana pernikahan massal ini pun seizin orang tua para santri dan santriwati.
"Di pesantren itu ada istilah KTP artinya kawin tanpa pacaran. Digelar di pondok itu lebih memudahkan. Kalau harus dihadirkan oleh kiai di tempat yang jauh kan berabe, pengaturan waktu sulit. Juga meringankan biaya. Kalau di rumah masing-masing itu dobel-dobel. Dihadiri dalam satu waktu, dihadiri juga ribuan santri dan semua dewan kiai," ungkapnya.
(sip/sip)