Kenali 3 Jenis Ular yang Sering Muncul di Permukiman, Ciri-Bahayanya

Kenali 3 Jenis Ular yang Sering Muncul di Permukiman, Ciri-Bahayanya

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 28 Des 2022 12:33 WIB
Ilustrasi ular masuk ke rumah (Andhika-detikcom)
Foto: Ilustrasi ular masuk ke rumah (Andhika-detikcom)
Solo -

Di Kawasan permukiman, ular terkadang muncul di rumah penduduk. Menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY hal itu terjadi karena habitat ular semakin berkurang. Walhasil sebagian ular merambah pemukiman. Berikut 3 jenis ular yang sering muncul di permukiman, lengkap dengan ciri dan kebiasannya serta kadar bahayanya.

Dikutip dari situs web DLHK DIY, dlhk.jogjaprov.go.id, yang diakses detikJateng pada Rabu (28/12/2022), setidaknya ada 3 jenis ular yang sering muncul di permukiman. Yaitu ular hijau buntut merah, ular pucuk, dan ular tanah.

1. Ular hijau buntut merah (Trimeresurus albolabris)

Ular ini termasuk jenis yang berbisa dan berbahaya. Di Jawa, ular yang biasa disebut viper hijau ini punya julukan ula gadung luwuk. Ular ini biasa berada di rumpun bambu. Ukurannya terbilang sedang, agak gemuk, pendek, dan tidak begitu lincah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepalanya tampak jelas menjendol besar dengan leher mengecil. Di depan rahang atasnya terdapat taring yang besar, panjang, dan bisa dilipat. Ular jantan panjangnya sekitar 60 cm. Sedangkan ular betina lebih panjang, sekitar 80 cm. Ekornya pendek dan kecil, tetapi kuat memegang ranting.

Kepala dan tubuh bagian atas berwarna hijau, bibir keputihan atau kekuningan. Terdapat warna belang-belang putih dan hitam pada kulit di bawah sisik pada tubuh bagian depan. Warna itu baru muncul saat dia merasa terancam.

ADVERTISEMENT

Sisi bawah tubuhnya kuning terang-pucat atau kehijauan. Ular jantan memiliki garis kuning yang lebih jelas, berbatasan dengan warna hijaunya. Sisi atas ekornya berwarna kemerahan, sehingga sering disebut ular hijau buntut merah.

Ular ini aktif saat malam, menjalar lambat di antara ranting atau di lantai hutan. Jika terancam, dia dapat bergerak cepat dan gesit. Ular ini menyukai hutan bambu dan belukar yang dekat sungai. Sering juga ditemukan berdiam di antara daun-daun dan ranting semak atau pohon kecil sampai dengan 3 meter di atas tanah. Kadang juga ditemukan di kebun atau pekarangan rumah.

Ular ini memangsa kodok, burung dan mamalia kecil, juga kadal. Saat siang ular ini tidur bergulung di cabang pohon, semak, atau rimbunan ranting bambu. Sering juga ditemukan tidur di dekat permukiman, seperti di tumpukan kayu atau di sudut para-para di belakang rumah. Sekali bertelur, anaknya bisa mencapai lebih dari 25 ekor.

Tentang ular pucuk ada di halaman berikutnya.

Ular ini termasuk agresif dan mudah mengigit. Menurut artikel dalam situs web DLHK DIY, 50% kasus gigitan ular di Indonesia disebabkan oleh ular ini. Sekitar 2,4% gigitan berakibat fatal.

Seperti umumnya viper, ular ini memiliki bisa yang berbahaya. Namun tidak semua gigitan ular ini disertai dengan pengeluaran bisa. Gigitan kering atau tidak disertai bisa biasanya tidak membahayakan, hanya sebagai peringatan kepada yang mengganggunya.

Bisa ular ini bersifat merusak sistem peredaran darah. Gigitannya menimbulkan sakit yang hebat dan kerusakan jaringan kulit di sekitar luka. Awalnya jaringan akan membengkak dan sebagian berwarna merah gelap, pertanda terjadi pendarahan di bawah kulit di sekitar luka. Kemudian menyusul rasa kaku dan nyeri yang meluas perlahan ke seluruh anggota tubuh yang tergigit.

Rasa nyeri terutama terjadi pada bagian persendian antara bagian yang terluka dengan yang jantung. Apabila tidak segera ditangani maka dapat berakibat fatal.

2. Ular pucuk (Ahaetulla prasina)

Ular ini sejenis ular pohon, bertubuh kecil dan ramping. Dinamakan ular pucuk karena tubuhnya menyerupai pucuk tanaman yang panjang dan hijau cerah. Ada banyak spesies ular pucuk, yang paling sering dijumpai ialah ular gadung (Ahaetulla prasina).

Panjang ular ini bisa mencapai 2 meter. Namun, yang sering ditemui panjangnya kira-kira 1-2 m. Tubuhnya ramping, cocok untuk menjelajah di antara pepohonan. Kepalanya runcing seperti anak panah. Matanya agak besar dengan pupil mendatar, sehingga seperti sedang terpejam. Ekornya panjang, berfungsi sebagai pencengkeram ranting.

Tubuh bagian atas berwarna hijau daun atau hijau kelabu. Tepian sisik pada sisi badannya hitam, putih atau biru pucat. Bagian bawah tubuh berwarna lebih pucat atau hijau kekuningan dengan garis tipis kuning di kedua sisinya.

Ular ini bertaring belakang dan memiliki bisa rendah. Sekilas penampakannya agak seperti ular hijau buntut merah yang berbahaya.

Habitatnya di hutan primer dataran rendah, hutan pegunungan lembab, hutan sekunder, hutan terbuka, hutan kering, dan perkebunan hingga ketinggian 2100 mdpl.

Ular ini tinggal di pepohonan, tanaman, dan semak-semak yang subur. Ular ini sering dijumpai di perkebunan teh, sawah, serta vegetasi pinggir jalan dan taman-taman kota. Ular ini juga sering dijumpai di pekarangan bahkan masuk ke dalam rumah.

Ular ini memangsa cecak pohon, kadal pohon, katak pohon, dan kadang juga anak burung yang ditinggal induknya. Namun, ular ini juga menjadi mangsa burung-burung besar, biawak dan ular lain yang lebih besar.

Tentang ular tanah ada di halaman selanjutnya.

Saat merasa terancam, ular ini akan melengkungkan lehernya sehingga membentuk huruf S, lalu memipihkan lehernya. Saat itu akan terlihat tepian sisik yang berwarna hitam, putih dan atau biru pucat. Hal itu dilakukan agar pengganggunya menjauh.

Ular ini aktif pada pagi hingga siang, sering juga ditemukan di tanah saat sedang mencari mangsa. Ular ini berkembang biak dengan melahirkan. Sekali melahirkan anaknya sebanyak 4-10 ekor dengan panjang sekitar 24-49 cm.

3. Ular Tanah (Calloselasma rhodostoma)

Ular ini sejenis ular keluarga beludak berbisa yang agresif. Ular ini dikenal dengan nama lokal antara lain: bandotan bedor, oray lemah, ular gibug (Sunda), ular edor (Karimunjawa), dan lain-lain.

Ukurannya tidak terlalu besar, cenderung gemuk, dan agak pendek. Panjang rata-rata 76 cm, kadang ada yang mencapai 91 cm. Ular tanah betina lebih panjang dari yang jantan. Punggung ular ini cokelat agak kemerahan atau agak merah jambu.

Sepanjang tengah punggungnya dihiasi 25-30 pasang corak segitiga besar atau coklat gelap, berseling dengan warna terang kekuningan atau keputihan; dan puncak segitiga-segitiga itu bertemu atau berseling. Sisi sampingnya berwarna lebih pucat atau buram, dengan bercak cokelat gelap besar yang beraturan hingga ke dekat anus.
Bawah tubuhnya putih kemerah jambuan dengan bercak cokelat gelap dan terang. Warna ular ini untuk menyamar saat berada di antara serasah atau ranting dan daun kering yang berserakan.

Moncong kepalanya meruncing, cokelat gelap, dengan sepasang pita keputihan di atas mata dan pola keputihan serupa anak panah di tengkuk. Sisi kepalanya cokelat gelap dan bibirnya putih abu-abu merah muda.

Sebagai predator penyergap, ular ini biasanya tampak pasif melingkar di atas tanah atau serasah. Sambil menunggu mangsanya lewat, ular ini jarang bergerak. Ular tanah menghuni hutan belukar, semak-semak, atau lahan pertanian yang lembab dan kurang terurus. Sering pula ditemukan di sekitar pemukiman.

Ular pemangsa hewan pengerat kecil, burung, kadal dan kodok ini aktif pada malam hari. Dia berkembangbiak dengan bertelur. Meski tidak mudah terlihat dan sering terlewat dari perhatian ular ini sangat agresif dan dapat menyerang dengan cepat jika merasa terganggu. Saat terancam dia memipihkan badannya dan lehernya membentuk huruf S dan siap menyerang.

Gigitannya sangat menyakitkan, menimbulkan pembengkakan dan kadang-kadang menyebabkan kematian jaringan (gangrene, nekrosis). Meskipun gigitan fatal jarang terjadi, banyak korbannya yang kemudian mengalami kerusakan atau disfungsi anggota badan, bahkan sampai harus diamputasi karena ketiadaan serum anti bisa atau keterlambatan pengobatan.

Halaman 2 dari 3
(dil/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads