Seorang ibu di Kabupaten Pekalongan, Dwi Kistanti (41), harus menjadi tulang punggung keluarga. Dwi bekerja sebagai buruh penjahit untuk menghidupi suami yang saat ini sakit dan tiga anaknya.
detikJateng berkunjung ke rumah Dwi di Desa Sumub Kidul, Kecamatan Sragi. Kondisi rumahnya tanpa pintu, lantainya masih tanah, kecuali ruang tamu yang juga tempat kerja ia menjahit. Jika hujan, air masuk dalam rumah karena atap bocor.
Dwi menceritakan, suaminya, Bambang Subiyanto (46), sudah tidak bekerja sejak tahun 2017 karena sakit.
"Suami saya sakit sudah lama nggak bekerja. Dulu kerja di konveksi Jakarta. Terus karena sakit tidak bisa kerja. Dulunya lumpuh. Sakit akut asam urat, sama kayak kusta. Saat ini yang kerja saya," kata Dwi mengawali obrolan dengan detikJateng, Selasa (6/12/2022).
Dulu Dwi pernah jualan makanan keliling. Saat ini Dwi hanya bekerja sebagai buruh jahit. Mesin jahit listrik dia bawa pulang dari rumah pemiliknya, agar ia bisa bekerja di rumah untuk mendampingi suami.
"Paling ini jahit untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya tidak mencukupi tapi ya penting saya berusaha. Untuk memperbaiki rumah saja nggak mampu. Berobat suami sudah tak bisa lagi," ujar Dwi.
Dalam dua pekan, ia bisa menyelesaikan 80 potong jahitan dengan upah Rp 400 ribu. Sebulan rata-rata Rp 800 ribu.
"Nggak cukup untuk sebulan untuk listrik Rp 200 ribu, air Rp 50 ribu. Sisanya untuk memenuhi belanja bulanan. Uang saku anak sekolah tidak ada. Bayar sekolah anak, nunggak malah, jutaan rupiah," jelasnya.
"Yang kasihan anak saya, sekolah nggak ada uang saku. Yang besar, ngandalkan tebengan teman, mbonceng. Kalau tidak, ya jalan kaki. Kasihan, satu setengah kilo jalan," ucap Dwi sembari mengusap air matanya.
Ia mengaku setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan masih dibantu para tetangga.
"Untuk makan biasanya mendapat bantuan tetangga dan saudara. Kalau tidak, ya, yang penting ada nasi. Kadang hanya makan nasi saja," ungkapnya.
Ia mengaku untuk bantuan sosial (bansos) hanya mendapatkan BLT dari dana desa Rp 300 ribu. Baru tiga kali mendapatkannya.
"Kalau bansos tidak pernah dapat saya, hanya BLT dana desa suami terakhir dapat sudah tiga kali. Kalau PKH tidak dapat, bansos juga tidak dapat, sembako juga hanya lewat depan rumah, tidak dapat," katanya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(rih/apl)