Muhammadiyah Surakarta (Solo) memiliki sejarah panjang. Muhammadiyah Solo didirikan langsung oleh Ahmad Dahlan, pendiri persyarikatan Muhammadiyah.
Dikutip detikJateng, Jumat (4/11/2022), dari pwpmjateng.or.id yang ditulis Iwan KC Setiawan (Dosen UNISA Jogja), dalam menulis sejarah Muhammadiyah Solo akan menemukan nama Haji Misbah, Kiai Muhtar Bukhori, Surono, penerbit AB Siti Syamsiah, Majalah ADIL, Majalah Al-Fatch. Selain itu, Solo di awal abad 20, berdiri Sarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Sarikat Islam (SI) organisasi yang kemudian menjadi partai yang dipimpin Haji Omar Said Tjokroaminoto yang memiliki andil berdirinya Muhammadiyah di Solo.
Berdirinya Muhammadiyah Solo diawali dari inisiasi pengajian atau kursus keislaman yang diadakan Sarekat Islam di Kampung Sewu, Kecamatan Jebres -Buku Matahari Terbit di Kota Bengawan: Sejarah Awal Muhammadiyah Solo (2015).
Tahun 1913
Pengajian atau kursus ini sudah disiapkan di tahun 1913. Para inisiatornya adalah Muhammad Ngabehi Darsosasmito, M. Kromosigro dan Muhammad Ngabehi Parikrangkungan.
Tahun 1914
Para Pengurus ini akhirnya berhasil melaksanakan pengajian atau kursus keislaman di tahun 1914. Kursus ini dilaksanakan sebulan 2 kali. Guru ngajinya Haji Misbah, Kiai Asal Kauman, Kasunanan. Selain Haji Misbah, guru ngajinya adalah Raden Haji Adnan.
Dalam perkembangannya, banyak peserta pengajian yang bertanya tentang agama Kristen, agama Buddha, Teosofi dan bahkan ilmu kebatinan. Ternyata dalam hal ini Haji Misbah kurang menguasai ilmunya. Lalu Haji Misbah usul agar mengundang kiai berkemajuan pemimpin Muhammadiyah dari Jogja.
Tahun 1917
Dibentuklah panitia penerimaan kedatangan Kiai Ahmad Dahlan yang terdiri dari Haji Misbah, Darsosasmito, Harsolumakso, Parikrakungan, Sontohartono, M Sukarno dan M Sudiono. Tahun 1917 Kiai Dahlan datang ke Solo dan mengisi pengajian di rumah Harsolumakso di Keprabon Tengah.
Bukan hanya Kiai Dahlan yang datang ke Solo untuk mengisi pengajian yang dilaksanakan setiap pekan ini. Juga hadir Haji Fahrodin, Haji Hadjid dan Ki Bagus Hadikusumo. Dalam perjalanannya mereka sepakat mendirikan Muhammadiyah Cabang Solo.
Berdasarkan besluit yang diterbitkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914, Muhammadiyah hanya boleh berdiri di Jogja. Sehingga Muhammadiyah tidak boleh berdiri di Solo. Di tahun 1917 Kiai Dahlan memberi usul berdirinya organisasi Bernama Sidiq Tableg Amanat Vatonah (SATV). Dasar tujuan SATV sama dengan Muhammadiyah.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
(rih/sip)