Sedulur Sikep di wilayah Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, masih memegang teguh ajaran Samin Surosentiko. Mereka di antaranya memilih tidak sekolah secara formal hingga tidak mencatatkan pernikahan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
detikJateng berkesempatan berkunjung di kediaman tokoh Sedulur Sikep Pati, Gunretno. Gunretno bersama keluarganya tinggal di Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Gunretno yang juga merupakan Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng hidup berbaur dengan masyarakat luas.
Sedulur Sikep keseharian bekerja menjadi petani. Jumlah mereka ada ratusan jiwa dan tersebar di empat desa yang ada di Kecamatan Sukolilo, yakni Desa Bowo, Desa Baturejo, Dukuh Galiran, dan Kedumulyo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2022 kemarin, Sedulur Sikep pun turut memperingati hari bersejarah tersebut. Terutama mereka pemuda-pemudi yang tergabung dalam Wiji Kendeng.
Mereka tampak melakukan peringatan Sumpah Pemuda secara sederhana. Mulai dari aksi menyiram tanaman hingga membentangkan poster tentang peringatan hari Sumpah Pemuda. Pemuda-pemudi Sedulur Sikep menyuarakan soal kerusakan lingkungan di wilayahnya.
![]() |
Gunretno mengatakan Sedulur Sikep di Sukolilo masih memegang teguh ajaran dari leluhurnya, Samin Surosentiko.
"Masyarakat dulu tidak memahami, dulu itu tahunya orang Samin, Samin itu nama orang kalau Sikep itu pengakuan. Terkait tata cara Sedulur Sikep yang sampai sekarang terus dipertahankan," kata Gunretno kepada detikJateng ditemui di rumahnya, Jumat (28/10/2022).
Beberapa ajaran Samin Surosentiko yang masih dipegang kukuh. Di antaranya terkait perkawinan Sedulur Sikep yang tidak dicatatkan di pemerintahan. Kemudian soal sekolah. Kata Gunretno, anak-anak Sedulur Sikep tidak sekolah secara formal. Mereka belajar diajar oleh keluarga.
"Contohnya itu seperti babakan perkawinan itu tidak dicatatkan di pemerintah, terus turun-turunnya tidak sekolah secara formal tetapi tata cara seperti ini malah disalahpahami yang mayoritas masyarakat umum itu kan sekolah. Ketika ada orang yang tidak sekolah dianggap bangkang," jelasnya.
"Maka jangan salah paham, ini pilihan hidup tata cara Sedulur Sikep termasuk tidak hanya sekolah formal pilihan hidup buat mencukupi hidup itu hanya sebagai petani, bahkan dagang itu saja jadi larangan di Sedulur Sikep," kata Gunretno.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Menurutnya mayoritas Sedulur Sikep adalah petani. Oleh karena itu, Sedulur Sikep memiliki tata cara sendiri sehingga tidak heran ketika masa Orde Baru mereka dianggap membangkang terhadap pemerintah.
"Sedulur Sikep memiliki tata cara sendiri. Lha di sini ini zaman Orde Lama, Orde Baru, dulur-dulur kadang dianggap bangkang kadang bahkan stigma selalu disuarakan Sikep itu selalu negatif," terangnya.