Permainan capit boneka atau claw machine tengah hangat diperbincangkan. Hal ini bermula dari pembahasan PCNU Kabupaten Purworejo yang menyatakan jika permainan tersebut haram.
Salah satu alasannya yakni adanya unsur perjudian dalam permainan tersebut. Berikut ragam pendatang soal permainan yang tengah menjamur di berbagai daerah itu.
PCNU Kabupaten Purworejo
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purworejo menyatakan permainan capit boneka atau claw machine haram. PCNU Purworejo menyoroti adanya unsur perjudian dalam permainan yang belakangan mulai menjamur di berbagai wilayah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir laman jateng.nu.or.id, permainan capit boneka ini menjadi pembahasan para pengurus PCNU Purworejo. Permainan yang dulu hanya ada di kota dan pusat-pusat perbelanjaan besar, kini merambah dan menjamur di desa-desa daerah Purworejo khususnya.
Anggota Tim Perumus Masalah KH Romli Hasan mengatakan permainan capit ini sangat diminati anak-anak karena memang merekalah pangsa pasarnya. Dengan modal Rp 1.000 untuk menukarkan satu koin, jarang sekali yang mendapatkan hadiah. Meski begitu, banyak anak yang ketagihan dengan permainan tersebut.
"Kita para ulama di NU tergerak untuk membahasnya, sehingga persoalannya menjadi jelas dan orang tua tidak lagi merasa was-was," ujarnya saat pembahasan bersama Lembaga Bahtsul Masail NU Purworejo di Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kemiri, tepatnya di Masjid Besar Al-Firdaus Kauman, Kecamatan Kemiri, Sabtu (17/9/2022) lalu.
"Hukum permainan capit boneka sebagaimana dalam deskripsi hukumnya tidak diperbolehkan atau haram karena mengandung unsur perjudian, sehingga hukum menyediakannya pun juga haram," imbuhnya.
MUI Kabupaten Purworejo
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Purworejo pun ikut buka suara soal anggapan permainan capit boneka haram. Ketua Umum MUI Kabupaten Purworejo, Achmad Hamid AK, mengaku sudah mengetahui tentang pernyataan PCNU Purworejo tersebut. Pihaknya juga tengah mempersiapkan untuk mengambil sikap terkait hal itu.
"Nggih, kulo pun ngerti niku (ya, saya sudah tahu itu) Bahtsul Masail NU (Purworejo) mengharamkan," kata Achmad Hamid saat dihubungi detikJateng, Kamis (22/9/2022).
Hamid menambahkan, sampai saat ini pihaknya belum ada koordinasi secara resmi dengan pihak PCNU Purworejo lantaran anggota Bahtsul Masail NU sebagian besar merupakan anggota Bahtsul Masail MUI.
"Kalau resminya MUI dereng (belum), nanti saya kumpulkan dulu biar resmi. Saya kumpulkan dulu biar tidak rancu supaya tidak keliru, kami belum bisa memutuskan," terangnya.
Baca Pendapat Muhammadiyah di halaman selanjutnya..
Pendapat Muhammadiyah
Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntutan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Assoc Prof H Wawan Gunawan Abdul Wahid menegaskan permainan tersebut haram.
"Permainan boneka capit hukumnya haram. Sebab ada kandungan maysir," kata Prof Wawan saat dihubungi wartawan, Kamis (22/9/2022).
Menurutnya, dalam permainan itu terdapat unsur untung-untungan atau spekulasi seperti dalam judi. Misalnya saat seseorang membeli koin dan kemudian bermain. Ada yang dapat boneka ada yang tidak. Hal itulah yang menurut Wawan sebagai judi.
"Orang kalau membeli koin dapat barang seharga koin yang dibeli, itu jual beli. Ini dia beli koin untuk kemudian main. Ada yang dapat boneka, ada yang nggak. Itu di sana judinya," terangnya.
Kendati demikian, Muhammadiyah belum mengeluarkan fatwa secara khusus untuk permainan boneka capit ini. Namun, ia mengatakan modus dalam permainan ini mirip seperti dalam sumbangan dana sosial berhadiah yang ada di zaman Orde Baru.
"Secara khusus itu (fatwa) tidak persis sama. Tetapi yang mirip dengan persoalan ini ada yang beberapa fatwa yang lama sekali. Jadi semua transaksi yang ada unsur maysir-nya dinamakan apa pun tetap haram," tegasnya.
PWNU DIY
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berpendapat bahwa permainan capit boneka itu mengandung unsur maysir yang haram.
Ketua Tanfidziyah PWNU DIY Ahmad Zuhdi Muhdlor mengatakan selain ada unsur perjudian, unsur eksploitasi juga terlihat pada permainan tersebut.
"Meski saya belum jelas sekali dengan permainan itu, sepintas saya melihat ada gambling di situ. Demikian juga ada eksploitasi, karena tanpa bersusah payah salah satu pihak akan mengeruk uang lawan mainnya," ungkap Ahmad melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (22/9/2022).
Ahmad juga menyebut jika ada unsur maysir, maka jelas permainan itu haram dimainkan. Namun Ia juga menambahkan, untuk membuktikannya perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam.
"Ya tentu sangat perlu ada kajian lebih lanjut. Kami akan coba kumpulkan informasi lebuh lanjut," tambahnya.
Baca Pendapat Berbeda MUI DIY di halam berikutnya...
Pendapat Berbeda MUI DIY
Terkait hal itu, Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MUI DIY) memberi pandangan berbeda.
"Ya jadi, kalau yang menghukumi itu sebagai sesuatu judi, ya haram. Kalau kita menghukumi itu sebagai sesuatu permainan ya tidak haram," ungkap Komisi Kajian dan Fatwa MUI DIY, Prof Dr KH Makhrus Munajat, saat berbincang dengan detikJateng, Kamis (22/9/2022).
Lebih lanjut Makhrus menjelaskan konsumen membayar untuk menikmati permainan capit boneka menjadikannya sebuah kompensasi permainan modern.
"Kalau orang menafsirkan sebagai suatu perjudian ya haram. Kalau seseorang menafsirkan itu sebagai suatu permainan dan kompensasi permainan modern harus ada biaya, itu ya memang logisnya seperti itu ada kompensasi. Berarti ya itu bukan sesuatu yang diharamkan karena itu ada cost and effect ya. Kita bayar kita menikmati permainan itu," urainya.
Makhrus juga menyamakan permainan capit boneka dengan permainan uji ketangkasan di mal-mal. Kegiatan itu hanya dianggap hiburan.
"Sebenarnya bukan hanya catut bola (capit boneka) saja, semua uji ketangkasan di mal itu ya ada muatan itu. Karena memang itu namanya adu ketangkasan kemudian mengikat daya tarik anak-anak, kemudian itu dianggap suatu hiburan. Ya itu bukan perjudian itu," ungkapnya.