Proyek revitalisasi Rawa Pening menuai polemik di masyarakat. Masyarakat menolak pemasangan tugu batas sempadan dan patok-patok batas karena dianggap merugikan dan membuat mata pencaharian mereka hilang.
Kepala Bidang Operasi & Pemeliharaan Sumber Daya Alam Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Andri Rachmanto Wibowo mengatakan pemasangan tugu batas sempadan itu sudah sesuai dengan aturan.
"Tugu batas sempadan adalah ruang batas harus dikendalikan makanya ada patok-patok. Sebenernya tujuannya tugu sempadan ini untuk melindungi masyarakat karena proyek ini untuk menyelamatkan Danau Rawa Pening yang sudah kritis," ujarnya saat ditemui detikJateng di kantor BBWS Pemali Juana, Selasa (6/9/2022).
Ia menjelaskan proyek ini sudah diatur melalui beberapa mekanisme. Termasuk di dalam Keputusan Menteri PUPR 365/KPTS/M/2000 tentang Penetapan Sempadan Danau Rawa Pening pada Wilayah Sungai Jratun Seluna.
Atau UU No 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Permen PUPR No 28/2015 tentang Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Bahkan revitalisasi ini juga diatur dalam Peraturan Presiden No 60/2021 Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.
"Ada sekitar 15 danau kritis di Indonesia, salah satunya adalah Danau Rawa Pening. Ini danau yang harus kita selamatkan. Ini acuan untuk dipatok atau ditandai oleh Kementerian PU bekerjasama Kodam IV Diponegoro. Sebelumnya sudah dicatat juga banjir tertinggi, di mana tinggi elevasinya. Daerah sempadan ini 50 meter jaraknya dengan titik banjir tertinggi," jelasnya.
Ia juga membantah, pihaknya tidak melalukan sosialisasi pemasangan tugu sempadan dan patok-patok itu ke masyarakat.
"Sebenarnya sudah ada sosialisasinya, sudah ada berita acaranya, ada kesepakatan antara lurah, masyarakat, dan DPRD. Dapat dipastikan bahwa sebelum dipasang patok sudah ada sosialisasi. Ini hanya diberikan tanda," imbuhnya.
Ia juga menegaskan masyarakat masih bisa memanfaatkan tanah sempadan. Pemerintah juga akan memberikan ganti ke masyarakat yang lahannya terkena dampak proyek ini.
"Sempadan, boleh dimiliki masyarakat, boleh dimanfaatkan namun penggunaannya diatur. Untuk pendidikan, ruang terbuka hijau dan bukan bangunan permanen. Patok ini sebagai tanda. Masyarakat tetap dapat tinggal di situ, bertani di situ sampai hal ini (pembebasan lahan) terjadi. Nanti akan ada pihak yang menilai untuk pembebasan lahan. Enggak usah khawatir langsung diserobot," lanjutnya.
Selengkapnya di halaman berikutnya..
(aku/ahr)