Makam Raden Ngabehi (R. Ng) Ronggowarsito di Dusun Kedon, Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah memiliki keunikan. Makam tersebut sejak lama dihuni koloni kelelawar yang misterius.
Kompleks makam Ronggowarsito berada di tepi dusun padat penduduk. Menempati lahan seluas sekitar 500 meter persegi, kompleks makam pujangga Keraton Surakarta itu dipagar tembok setinggi dua meter.
Gapura depan menghadap ke timur dan gapura belakang ke barat. Dari pintu masuk timur, selasar cor semen merupakan jalan utama menuju makam pujangga masa pemerintahan Pakubuwono ke VII tersebut.
Di sisi selatan, rumah kubur (cungkup) makam utama Ronggowarsito berdiri dengan tembok tebal. Di depannya terdapat patung sosok Ronggowarsito tertulis 'Bagus Burham, R.Ng Ronggowarsito, Pujangga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Lahir Senin Legi 15 Maret 1802, Wafat 24 Desember 1873'.
Di sisi utara cungkup itu puluhan nisan makam kerabat serta warga sekitar terlihat terawat dengan baik. Termasuk nisan penerjemah dan kawan Ronggowarsito, Carel Frederick Winter, dan istrinya Jacoba Hendrika Logeman.
Cungkup makam Ronggowarsito hanya seukuran 6,5x17 meter. Dari bangunan berbentuk joglo beratap menjulang tersebut terdengar suara decit kelelawar dengan aroma kotoran yang menyengat.
"Jumlah kelelawar mungkin ribuan, bisa ratusan ribu. Ukurannya sedikit lebih besar dari kelelawar biasa," ungkap juru kunci makam, Dayat (67), kepada detikJateng, Sabtu (27/8/2022).
Diceritakan Dayat, binatang malam tersebut sebenarnya bukan penghuni cungkup. Awalnya cungkup dihuni burung gereja tetapi kemudian datang kelelawar itu dalam jumlah besar.
"Entah dari mana sekitar tahun 1970-an datang rombongan kelelawar itu, dan sampai sekarang. Tidurnya bergelantungan di kayu atap, penuh," terang Dayat.
Kelelawar tersebut, kata Dayat, memiliki perilaku yang unik. Saat sore hari, kelelawar tersebut keluar sarang berduyun-duyun.
"Saat pukul 17.30 WIB keluar terbang dari sarang bersamaan dan baru kembali pukul 04.00 WIB. Kalau keluar itu satu arah semua, kalau ke utara ya ke utara semua dan ke selatan ya sama," papar Dayat.
Karena jumlah kelelawar banyak, jelas Dayat, kotorannya pun banyak. Bahkan sepekan bisa satu sak seberat 50 kilogram dan biasa digunakan untuk pupuk.
"Setelah dibersihkan dan dikumpulkan. Kalau tidak diambil orang, saya gunakan sendiri untuk pupuk tanaman di sawah karena bagus," kata Dayat.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
(rih/ahr)