Tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara, yang juga dikenal sebagai hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia. Menurut Mohammad Yamin, sejarawan yang juga pahlawan nasional, Bhayangkara adalah jawatan kedua dalam pemerintahan Kerajaan Majapahit. Apa hubungannya Bhayangkara dengan Polri?
Dalam buku Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Bangsa karya Muhammad Yamin (diterbitkan Balai Pustaka pertama kali pada 1945) dikisahkan tentang musabab keteguhan susunan negara Majapahit. Yakni, ada dua golongan jawatan yang selalu memangku cita-cita negara. Dua golongan dinas itu bertugas di pusat pemerintahan dan di sekeliling Majapahit.
Jawatan pertama terdiri dari tujuh orang pemuda Darmaputera yang menjaga pusat pemerintahan. Kewajibannya menjaga ketetapan mahkota. Mereka ibarat anak angkat Sang Prabu dan mendapat tempat istimewa dalam susunan negara. Jawatan kedua yaitu golongan pemuda Bhayangkara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, dalam buku cetakan ke-15 yang diterbitkan Balai Pustaka pada 1993, kata Bayangkara dituliskan tanpa huruf 'h'. Sedangkan dalam artikel ini, detikJateng menggunakan kata Bhayangkara, mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Golongan Bhayangkara terbagi menjadi dua, yaitu bagian pusat dan daerah. Bhayangkara bagian daerah disebut Bhayangkara lelana. Meski demikian, keduanya sama-sama mengemban kewajiban sebagai barisan pelopor penjaga ketetapan cita-cita negara.
Menurut Yamin, anggota Bhayangkara semuanya satria muda yang bersifat berani dan bersih, serta mau mengatasi segala kesukaran dan bahaya maut. Dengan Adika Bhayangkari, tulis Yamin, dapatlah suatu negara didirikan dan dipelihara karena darah daging mereka disediakan dengan keikhlasan hati untuk ketetapan negara.
"Adapun jawatan Adika Bhayangkari bukanlah buatan Majapahit, melainkan suatu tatanan negara yang diwarisi dari Kerajaan Singasari (1222-1292). Sifat dan tujuan hidup Adika Bhayangkari yaitu setia kepada negara, dan anggota yang kedapatan retak atau kurang setia mendapat hukuman bunuh atau tikaman senjata, seperti terbukti dalam sejarah (1993:30)."
Selengkapnya di halaman berikutnya..
Bhayangkara dan Gajah Mada
Menurut Yamin, Gajah Mada mengawali karier di Majapahit sebagai kepala prajurit. Dia diangkat menjadi Bekel Bhayangkara pada 1319, setelah siasatnya yang cerdik dapat membongkar sekaligus menumpas pemberontakan besar di dalam Majapahit pada masa kekuasaan raja kedua, Jayanegara (1309-1328).
Di bawah pimpinan patih sekaligus panglima perang Gajah Mada, Bhayangkara menjadi pasukan elit yang menggentarkan lawan. Dengan kekuatan dan kesetiaan pasukannya, Gajah Mada dapat menaklukkan banyak kerajaan di Nusantara dengan misi besar menyatukan mereka di bawah kekuasaan Majapahit.
Dalam buku Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Kepolisian Negara RI karya Arif Wachjunadi (Museum Kebudayaan Samparaja Bima, 2006) disebutkan bahwa dinamika lahir dan tumbuh kembang Polri tak dapat dipisahkan dari sejarah, mulai dari sejarah kemerdekaan RI hingga sejarah masa Kerajaan Majapahit.
"Satuan Bhayangkara (yang kemudian dipakai hingga saat ini) adalah satuan yang melaksanakan fungsi kepolisian di Kerajaan Majapahit. Pada zaman Kerajaan Majapahit ada Patih Gajah Mada yang membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara, dengan tugas melindungi raja dan kerajaan (Wachjunadi, 2016:222)."
Tak hanya meneladani sistem Bhayangkara pada era Majapahit, Polri juga menggunakan ikrar Patih Gajah Mada sebagai janji pengabdian prajurit. Janji yang diberi nama Catur Prasetya itu yang diresmikan pada 4 April 1961.
Dikutip dari laman resmi Polri, Catur Prasetya adalah Satya Haprabu (setia kepada negara dan pimpinannya), Hanyaken Musuh (mengenyahkan musuh-musuh negara dan masyarakat), Gieniung Pratidina (mengagungkan negara), dan Tan Satrisna (tidak terikat trisna/hasrat pada sesuatu).
Simak Video "Video Kapolri Minta Jajarannya Tak Berpuas Diri, Masih Banyak Tantangan"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/aku)