Momen haru menyelimuti pertemuan kakek Muhadi yang sempat terdampar selama 30 tahun di Labuhanbatu Utara (Labura) Sumatra dengan keluarganya di Bandara Juanda, Jawa Timur. Pelukan dan isak tangis pun pecah ketika kedua anak Muhadi bertemu dengan ayah mereka yang sempat diduga sudah meninggal itu.
Mengutip detikJatim, Muhadi tiba di Bandara Juanda Sidoarjo, Selasa (28/6) pukul 14.45 WIB. Muhadi berangkat dari Labura didampingi Kanit Bimas Polsek Bilah Hulu, Aiptu Haris Fadillah.
Dia lalu dijemput kedua anaknya yang langsung memeluknya. Pelukan hangat dan tangis pecah ketika pertemuan ayah dan anak itu terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bapakku tenan iki (Bapakku beneran ini," tanya anak ketiga Muhadi, Ali Maksum, sambil meneteskan air mata.
"Iyo aku bapakmu tenan iki (Iya aku bapakmu beneran ini)," jawab Muhadi sembari membuka maskernya.
Keduanya lalu kembali berpelukan erat. Senyuman Muhadi dan kedua anaknya pun mengembang setelah bertemu. Rasa rindu akibat perpisahan selama 30 tahun lamanya itu pun mulai terbayarkan.
"Waduh senang sekali bisa ketemu anak-anak," tutur Muhadi.
Anak kedua Muhadi, Alimuddin, mengaku gembira bisa berjumpa dengan ayahnya. Pertemuan ini pun tak pernah disangkanya karena sudah puluhan tahun berpisah dengan sang ayah.
"Alhamdulillah bisa bertemu lagi, sangat senang. Terima kasih atas bantuan dan fasilitas dari pihak kepolisian Sumut serta kerja sama dengan Polres Trenggalek," ujar Alimuddin.
![]() |
Cerita Muhadi soal 30 tahun tak pernah pulang
Muhadi mengaku mulanya berniat merantau ke Malaysia untuk mengadu nasib demi menghidupi anak dan istrinya. Namun, dia justru terdampar dan terlantar di Sumatera Utara.
"Niatku waktu itu memang kerja cari uang untuk anak bojo (istri)," ujar Muhadi.
Selama di perantauan itu, Muhadi mengaku sering berpindah-pindah tempat demi mendapatkan pekerjaan yang layak. Berbagai pekerjaan pun pernah dilakoninya, seperti buruh kelapa sawit, hingga bekerja serabutan.
"Pokoknya kalau aku sudah pergi disuruh kerja apapun mau," terangnya.
Selama di Sumatera, Muhadi sempat beberapa kali mengirimkan uang untuk keluarganya di Jawa. Namun, lambat laun penghasilannya terus merosot hingga akhirnya mengalami kesulitan ekonomi.
Selengkapnya di halaman berikut...
Kondisi ekonomi yang pas-pasan membuatnya kewalahan sehingga putus kontak dengan keluarganya di rumah. "Karena kerja hari ini, untuk makan saja masih kurang," tuturnya.
Rasa rindu untuk kembali ke kampung halaman pun menurutnya selalu ada. Namun, ada saja halangan yang menghambat Muhadi bertemu keluarganya.
"Uang saku nggak ada, sudah dua kali gagal terus. Dibohongi asistennya (bos) uangnya dibawa kabur," ujar dia.
Penantian panjang Muhadi untuk pulang ke Trenggalek akhirnya berakhir. Hal ini tak lepas dari jasa salah seorang karyawan perusahaan kelapa sawit di Labuhanbatu Utara yang menggungah kisah Muhadi ke media sosial.
Kisahnya pun viral hingga kabar itu sampai pada keluarganya di Tulungagung dan Trenggalek. Gayung bersambut, Polres Labuhanbatu dan Polres Trenggalek memfasiltiasi pemulangan Muhadi ke Trenggalek.