Seorang kakek asal Tulungagung Jawa Timur terdampar di Labuhanbatu Utara (Labura) Sumatra Utara selama 30 tahun. Keluarganya selama ini mengira kakek bernama Muhadi (72) itu telah meninggal dunia.
Dilansir detikSumut, Minggu (26/6/2022), kisah kakek ini awalnya disampaikan oleh Kapolres Labuhanbatu AKBP Anhar Arlia Rangkuti. Anhar langsung berencana untuk memulangkan Muhadi ke kampung halamannya setelah mendengar cerita kakek tersebut.
"Rencananya hari Selasa (28/6) akan kami antar ke kampungnya di Tulungagung," ujar Anhar kepada wartawan, seusai menjemput kakek Muhadi dari gubugnya di Desa Aek Korsik, Aek Kuo, Labura.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhadi untuk sementara kini tinggal di rumah dinas Kapolres Labuhanbatu. Nantinya Muhadi akan dipulangkan pada Selasa (28/6) dengan didampingi seorang personel Polres Labuhanbatu.
Dalam perjalanannya menuju rumah dinas Kapolres Labuhanbatu, Muhadi menceritakan kisah hidupnya. Awalnya dia berangkat dari Tulungagung pada 30 tahun silam setelah diajak kenalannya untuk bekerja di Malaysia. Namun saat tiba di Tanjungbalai pada tahun 1992, Muhadi ditinggal begitu saja seorang diri. Sejak saat itulah Muhadi hidup sebatang kara, bekerja serabutan dan berpindah-pindah tempat tinggal.
Untuk bertahan hidup, Muhadi melakoni berbagai pekerjaan mulai dari buruh kebun dan tukang pijat. Karena sehari-hari Muhadi berkeliling menawarkan jasanya sebagai buruh kebun dengan membawa cangkul, dia dipanggil warga dengan sebutan 'Kek Cangkul'.
Muhadi mengaku sangat ingin pulang. Namun keinginannya itu ternyata sulit terwujud karena Muhadi sering tertipu orang yang dipercayainya.
"Benar-bentar tapi ya itu dapat uang, terus dibilangnya pinjam-pinjam terus dibohongi orangnya pergi, apus (bohong) gitu," kata Muhadi.
"Yang bohongi itu bukan orang tukang nyangkul (buruh) nggak, ini kerjaannya tukang pen itu (pekerja kantoran yang menggunakan pulpen)," imbuhnya.
Muhadi bahkan mengaku sudah pernah membeli tiket bus untuk pulang ke Tulungagung. Namun karena uangnya masih ditahan asisten di perkebunan tempatnya bekerja, rencananya kembali kandas.
"Sembilan tahun sudah rencana, sudah beli tiket. Batalnya karena uangku di asisten. Terus gajinya di ulur-ulur terus," jelasnya.
Selama 13 tahun di Aek Korsik, Muhadi membangun sebuah gubuk di pekarangan (samping) sebuah rumah milik perusahaan perkebunan.
Simak selengkapnya di halaman berikut....
"Tadi saya diberitahu bahwa kakek ini sebenarnya sudah ditawari untuk tinggal di masjid, termasuk juga pernah ditawari manajer untuk kerja dan tinggal di rumahnya, tapi nggak mau. Mungkin trauma karena sebelumnya sudah pernah ditipu," katanya.
Diwawancara terpisah, anak kedua Muhadi, Alimuddin, pada lima tahun awal hilangnya sang ayah, keluarga melakukan segala cara untuk menemukan Muhadi.
Terus laporannya dulu itu, katanya bapak saya sudah meninggal," kata anak kedua Muhadi, Alimuddin atau Ali, saat dihubungi seperti dilansir detikSumut, hari ini.
Ali mengatakan keluarganya sudah menggelar acara tahlilan hingga haul untuk mendoakan Muhadi. Selain itu, status kakek Muhadi di dokumen kependudukan juga sudah ditulis meninggal dunia.
"Jadi di KK (Kartu Keluarga) itu ditulis di situ sudah meninggal, dan ngirim doanya ya ila rukhi (doa untuk orang yang sudah wafat)," jelas Ali.
Kini dia merasa sangat senang ayahnya ditemukan dalam kondisi hidup dan akan segera pulang ke Tulungagung.
"Saya masih punya ingatan sedikit tentang bapak. Dulu sewaktu bapak pergi, saya itu masih kelas II atau kelas II (sekolah dasar)," pungkasnya.
Simak Video "Video: KPK Tetapkan 5 Tersangka Terkait OTT di Sumut"
[Gambas:Video 20detik]
(sip/sip)